SuaraJakarta.co, JAKARTA – Berbeda dengan barat, masyarakat belahan timur bumi lebih menganggap emas dan perak sebagai alat simpan dalam jangka panjang, lambang kemakmuran dan uang yang bisa dipertukarkan. Ini disebabkan hubungan historis dengan apa yang terjadi dahulu di wilayah ini, misalnya :
Tahun 1091 sebelum masehi Cina mulai melegalkan penggunaan emas sebagai uang. Ini berlanjut hingga sekarang, saat sistem moneter bukanlah gold standards tapi Cina adalah penyimpan emas terbesar ke-5 dengan 1.054 ton. Masyarakatnya adalah penyimpan emas terbesar ke-2 dibawah India dengan 811 ton pada akhir 2011. Selama 2001-2007 Cina menderegulasi pasar dan saat ini memproduksi emas sangat besar, setara dengan seluruh produksi wilayah Amerika Utara dijadikan satu.
India memiliki tradisi menggunakan emas yang diwariskan dari agama Hindu yang kemudian mewujud dalam praktek upacara pernikahan dan adat upacara lain di negaranya. Kebiasaan ini juga menular ketika Hindu berasimilasi juga dengan agama Budha saat terekspansi memasuki wilayah Sri Lanka, Kamboja, Vietnam dan Thailand dan wilayah Asia Tenggara lainnya termasuk Indonesia dan Malaysia. Warga keturunan India dimanapun adalah konsumen fanatik emas. Saat ini, masyarakat India mengkonsumsi 933 ton emas per tahun terutama dalam bentuk perhiasan.
Wilayah Nusantara (Malaysia, Indonesia dan Borneo) selain berinteraksi dengan Hindu dan notabene mewariskan kebiasaan mengkonsumsi emas, bahkan menjadikan koin emas menjadi simbol negara/ kerajaan seperti di Majapahit dan Sriwijaya, juga berinteraksi dengan kekhalifahan Islam yang menyentuh Aceh hingga Maluku sehingga mengenal koin perak dan koin emas sebagai alat tukar. Pada abad 19, Belanda harus memaksa pedagang-pedagang di wilayah Maluku untuk menerima uang kertas sebagai uang legal yang mereka tetapkan.
Hingga saat ini, wilayah timur dunia ini tetap dalam kebiasaannya. Mengkonsumsi emas di harga berapapun juga dengan cara paling sederhana : membeli emas fisik dengan segala bentuknya. Tahun 2012 lalu Antam mencatatatkan kenaikan permintaan sebesar 4 ton. Ada pergeseran permintaan emas yang luar biasa dalam 10 tahun terakhir : pada 2002 Cina dan India adalah konsumen emas besar dengan ‘hanya’ menyumbang 25%. Pada 2012 dua raksasa ini menguasai permintaan emas dunia dengan 47%. 58,1% dalam bentuk perhiasan, koin dan batangan dengan Indonesia menempati posisi ke-7. Yang menarik, dari 10 negara di wilayah Pasifik pengkonsumsi emas retail terbesar dunia itu, enam diantaranya mengalami penurunan konsumsi emas perhiasan dan mengalami lonjakan permintaan dalam bentuk koin dan batangan. Apakah ini bermakna kesadaran berinvestasi masyarakat Asia-Pasifik makin tinggi? Tampaknya ya, dimana perhiasan sendiri tidak terlalu tepat dikatakan investasi, berbeda dengan koin dan batangan.
Sebagai akibatnya, terlihat jelas sejak 2009 permintaan Asia yang terus naik telah mendorong harga emas dunia dengan grafik yang beriringan dengan permintaan emas di Asia. Banyak analis sepakat, saat ini kiblat pergerakan harga logam mulia adalah di Asia. Lebih penting mengamati apa yang terjadi di Cina, India dan Korea dibanding Amerika dan Eropa untuk memprediksi arah harga emas. Jika akan diperluas, maka Timur Tengah dan wilayah teluk bisa juga menjadi acuan kedua, dimana setelah Arab Spring negara-negara disana (Tunisia, Mesir, Iran) mulai menambah cadangan devisa emasnya melalui suplai dari Turki.
Bagaimana dengan Indonesia? Dalam hal ini, lagi-lagi negara kita tertinggal.
Penulis: @endykurniawan Trainer, coach dan penulis bidang Bisnis, Investasi dan Keuangan. Pendiri dan pemilik Salama Mitra Investa, pemegang brand @salma_dinar distributor emas logam mulia nasional | www.salmadinar.com