Oleh Triwisaksana, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta
Untuk kesekian kalinya, bus Transjakarta mengalami peristiwa kebakaran ketika sedang beroperasi di jalan-jalan Jakarta. Sejak Tahun 2012, kejadian bus Transjakarta yang terbakar ketika beroperasi adalah yang yang ke-8. Hampir setiap tahun terdapat kejadian 2 bus transjakarta atau lebih yang terbakar dan sebagian besar adalah bus jenis terbaru dari pengadaan yang terakhir, yaitu bus dari China. Meskipun kejadian kebakaran bus Transjakarta belum pernah memakan korban jiwa, namun kebakaran yang cukup sering terjadi akhir-akhir ini terhadap bus Transjakarta telah menimbulkan teror bagi masyarakat pengguna moda transportasi ini. Beruntung dalam banyak peristiwa kebakaran tersebut, berlangsung bukan pada hari dan jam sibuk sehingga penumpang di bus yang terbakar tidak terlalu banyak dan bisa diselamatkan. Sulut dibayangkan jika kebakaran terjadi pada saat penumpang penuh di jam sibuk, tentu akan banyak sekali korban yang berjatuhan.
Hal yang patut menjadi sorotan adalah bahwa bus-bus yang terbakar itu sebagian adalah bus-bus baru hasil pengadaan tahun 2012 dan 2013. Dalam tiga peristiwa kebakaran bus transjakarta terakhir, termasuk kebakaran pada hari Minggu 8 Maret lalu, semuanya adalah bus baru hasil pengadaan tahun 2013. Pengadaan armada bus transjakarta pada tahun 2013 tersebut juga bermasalah karena adanya temuan bus yang berkarat dan ada kerusakan. Padahal alokasi anggaran untuk pengadaan bus transjakarta pada tahun 2013 ini cukup besar yaitu hampir Rp. 1,5 triliun yang digunakan untuk peremajaan armada bus di Koridor 1, penambahan armada untuk koridor lain dan armada bus untuk feeder bus.
Dalam sebuah pertemuan dengan komunitas pengguna transportasi publik dan lembaga kejian transportasi di ibukota beberapa tahun lalu, beberapa dari komunitas dan LSM tersebut pernah menyampaikan ke saya tentang kualitas bus Transjakarta. Hal yang mengejutkan adalah ternyata dari hasil kajian, kualitas bus yang paling baik serta direkomendasikan adalah yang buatan karoseri Indonesia. Namun kapasitas produksi yang terbatas, membuat produsen ini sulit diandalkan. Berikutnya adalah bus asal Korea yang juga dudah digunakan pada beberapa koridor bus Transjakarta. Bus gandeng yang dibuat produsen ini juga terbukti andal bermanuver dan sejauh ini belum pernah mengalami musibah apalagi sampai terbakar. Namun dalam pengadaan bus tahun 2013 justru yang didatangkan bus dari China dengan merek yang belum terlalu di kenal publik.
Dalam pengadaan bus untuk transportasi publik massal seperti bus Transjakarta, banyak hal yang harus diperhatikan selain masalah kemampuan produksi dan tampilan fisik dari bus tersebut. Kualitas bus juga harus dilihat dari aspek teknisnya seperti kemampuan mesin, sistem mekanik dan elektronik terkait dengan resiko yang timbul, efisiensi bahan bakar, dan yang juga penting adalah quality control serta layanan purna jual dari bus produsen bus tersebut. Khusus untuk Jakarta yang masih sering dilanda banjir, termasuk pada jalur busway, maka bus juga harus memiliki daya tahan yang lebih baik jika terkena banjir, baik terhadap bodi dan karoseri bus, maupun terhadap mesin dengan sistem mekanisk, elektronik dan bahan bakar yang digunakan. Bukan hanya harus memiliki daya tahan yang baik terhadap kerusakan akibat banir, namun rendaman banjir juga tidak menimbulkan kerusakan pada mesin yang berdampak buruk seperti korsleting sistem elektronik dan bahan bakar di bus Transjakarta.
Fakta yang memprihatinkan adalah dalam tiga kali kejadian terakhir bus transjakarta yang terbakar, seluruhnya adalah bus dari pengadaan tahun 2013 yaitu bus yang berasal dari produsen Yutong dan Zhong Tong. Bahkan sebagaian dari bus pengadaan tanhun 2013 tersebut masih dalam masa garansi, termasuk dalam hal perawatan. Ironis lagi adalah bahwa bus yang terbakar pada hari minggu lalu adalah bus yang barus saja menjalani pengecekan reguler. Bus juga baru saja menjalani pemeriksaan setelah terendam akibat banjr yang melanda Jakarta beberapa waktu lalu. Dari sisi pengadaan, kebakaran yang terjadi pada bus yang relatif baru sudah menjalani pemeriksaan dan perawatan, bisa berarti dua hal. Petama, perawatan dan pemeriksaan yang tidak detail atau tidak sesuai standar (sekedar menjalani prosedur) sehingga potensi kerusakan atau bahaya akibat gangguan sistem tidak terdeteksi. Kedua adalah kualitas bis dari aspek resiko kebakaran yang benar-benar buruk. Bahkan mungkin sejak awal pihak produsen tidak memberi informasi tentang potensi resiko yang muncul dari sistem yang ada.
Dari sisi kerugian yang dihadapi oleh Pemprop DKI Jakarta dari pengadaan bus Transjakarta ini minimal kerugian datang dalam dua bentuk. Kerugian pertama tentu saja kerugian finansial, karena bus yang datang tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan. Kalau memang harga tersebut wajar, tapi kualitas yang buruk seperti bus yang cacat, berkarat, rusak dan sebagainya tentu saja merugikan. Belum lagi kalau harga bus tersebut diluar kewajaran (ada mark up). Kedua, kerugian operasional akibat perlunya perawatan tambahan dan bus lain yang ditarik karena khawatir terjadi bencana yang sama. Pada kasus bus terbakar bulan April 2014 dan bulan Maret 2015 lalu, setelah kebakaran, bus lain dengan merek yang sama (Yutong dan Zhang Tong) dan dari pengadaan yang sama terpaksa ditarik kembali dan atau dihentikan semua operasinya. Ini tentu saja merugikan karena akan mengurangi penerimaan PT. Transjakarta dan berkurangnya pelayanan kepada masyarakat.
Pengadaan bus Transjakarta harus dilakukan evaluasi lagi. Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan pada pengadaan tahun 2013 sudah terjadi penyimpangan dalam pengadaan bus Transjakarta. Namun ini tidak boleh berhenti disini dan hanya pada penetapan Udar Pristono sebagai kepala Dinas Perhubungan saat itu yang menjadi tersangka. Dalam APBD 2015 juga direncanakan pengadaan Bus Transjakarta senilai lebih dari 2 Triliun rupiah, namun tidak jadi dilaksanakan karena kasus yang terjadi pada pengadaan tahun 2013 lalu. Jangan sampai kita lengah untuk pengadaan tahun-tahun berikutnya. Padahal kebutuhan untuk pengadaan bus untuk peremajaan bus-bus yang sudah tidak layak operasi masih cukup besar. Pengadaan bus Transjakarta yang buruk bukan hanya akan merugikan Pemprop DKI Jakarta, namun juga keselamatan masyarakat khususnya pengguna bus Transjakarta.
Permasalahan yang dihadapi bus Transjakarta dalam melayani warga Jakarta masih sangat banyak. Dari mulai pelayanan yang masih jauh dari nyaman, head way yang tidak pasti, kondisi bus yang buruk, jalur yang tumpang tindih dan sebagainya. Ini adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh manajemen Bus Transjakarta yang sudah didorong menjadi sebuah BUMD berstatus Perseroan Terbatas agar memiliki kewenangan yang lebih besar. Jangan sampai tugas untuk memperbaiki pelayanan ini masih diganggu dengan masalah pengadaan bus yang tidak berkualitas dan membuat teror baru bagi warga Jakarta. Pengadaan bus yang akan dilakukan secara langsung oleh manajemen PT. Transjakarta tidak boleh diganggu oleh kepentingan apapun yang akan merugikan pelayanan kepada masyarakat. Manajemen juga harus melakukan pengadaan secara transparan, dibuka ke publik, termasuk harga dan standar keselamatan.