Suarajakarta.co, JAKARTA-Sejak Stadion Lebak Bulus tergusur oleh Pemprov DKI Jakarta karena adanya kepentingan pembangunan depo Proyek MRT, Persija praktis tidak memiliki kandang sendiri untuk bertanding sekaligus berlatih. Suporter Persija, The Jakmania, bahkan melakukan perayaan puncak acara ulang tahun ke-17 Persija Jakarta pada 21 Desember 2014 silam sebelum tergusurnya stadion tersebut.
Selain karena alasan penggusuran tersebut, Persija juga pada tahun 2008 juga tidak bisa menggunakan Stadion Lebak Bulus karena dianggap tidak memenuhi standar Badan Liga Indonesia (BLI) sebagaimana rekomendasi dari PT Liga Indonesia (PT LI). Sejak saat itulah, setiap kali Persija menjadi tuan rumah ISL, selalu menggunakan SUGBK sebagai stadion “numpang” demi tetap berjalannya kompetisi.
“Stadion Lebak Bulus pasti dibongkar karena kita mau secepatnya membebaskan lahan”, kata Ahok yang telah memerintahkan Walikota Jakarta Selatan, Syamsudin Noor, di tahun 2013 silam, sebagaimana dikutip dari laman kompas.com (15/5/2013)
Di era pergantian kepemimpinan Jakarta, nasib Persija untuk memiliki stadion sendiri mulai muncul. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Joko Widodo yang menjanjikan akan menjadikan Taman BMW (Taman Bersih dan ber-Wibawa) di Kelurahan Papanggo, Jakarta Utara, sebagai kandang baru untuk Macan Kemayoran. Pada tahun 2012, bahkan, melalui laman jakarta.go.id (23/10/2012), Jokowi sesumbar untuk menjanjikan Persija memiliki stadion sendiri sebagaimana klub-klub besar seperti Real Madrid yang memiliki Santiago Bernabeu dan Barcelona dengan Nou Camp-nya
“Masa klub sepakbola di kota besar seperti ini tidak punya stadion sendiri? Lalu, latihannya pakai stadion mana? Pokoknya, kita upayakan Persija akan sama dengan klub sepakbola di daerah manapun maupun negara yang memiliki stadion sendiri”, Kata Jokowi sebagaimana dikutip dari laman jakonline.asia (8 November 2013)
“Tapi, penyediaan stadion ini masih membutuhkan waktu lama. Saya (Jokowi) belum tahu detail rincian penggunaan anggaran sebesar Rp 1,5 Trilian untuk stadion baru itu. Saya akan melihat fasilitas apa yang disediakan di dalam stadion sehingga harus menelan dana triliunan rupiah”, tambahnya sebagaimana dikutip dari situs goal.com (23 Oktober 2012)
Janji Usang Kandang Baru
Namun demikian, janji Jokowi yang kini telah berganti profesi sebagai Presiden RI itu hanyalah tinggal janji. Sejak dicanangkan pembangunannya pada Mei 2014 oleh Mantan Walikota Solo tersebut, kini The Jak Mania harus siap untuk mengikhlaskan diambil alihnya lahan tersebut oleh PT Buana Permata Hijau (PT BPH). Janji Jokowi untuk membangun kandang baru pun semakin tidak realistis, mengingat sejak dikeluarkannya Peraturan Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011, setiap klub sepakbolah dilarang untuk menerima bantuan dana dari APBD (jakonline.asia, 26 Desember 2013)
“Sekarang mulai pematangan (pengerasan) lahan. Ini kan lawan rawa, setelah matang baru konstruksinya dimulai,” Janji Jokowi di lahan Taman BWM, Tanjung Priok, Jakarta Utara sebagaimana dikutip dari deitk.com (28/5/2014)
Ahok, sebagai penerus estafet Gubernur DKI Jakarta, pun harus berhadapan dengan banyak mafia tanah perihal kepemilikan lahan seluas 12 hektar ini. Perjuangan Ahok untuk merealisasikan janji kampanyenya bersama Jokowi tersebut harus kandas di tangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pengadilan memutuskan untuk memenangkan PT BPH karena Pemprov DKI dianggap tidak memiliki hak atas tanah tersebut yang ditandai dengan tidak adanya bukti kepemilikan yang sah.
Mantan Wakil Gubernur DKI, Prijanto, pun menjelaskan bahwa Pemprov DKI memang tidak layak untuk memiliki sertifikat lahan tersebut disebabkan karena surat tanah yang diajukan di pengadilan bersifat fiktif
“DKI tidk bisa menunjukkan surat tanahnya”, katanya via whatsapp sebagaimana dikutip dari laman tempo.co (15/1/2015)
Prijanto menambahkan bahwa kekalahan sidang gugatan Pemprov DKI tersebut disebabkan karena penandatanganan berita acara serah terima (BAST) lahan pada 2007 menyalahi prosedur dan mekanisme saat era Gubernur Sutiyoso. Menurutnya, penandatanganan dilakukan di akhir masa jabatan Sutiyoso dan masuk masa pemilihan kepala daerah 2007
“Situasi semacam itu, apa pun bisa terjadi bukan?”, tambahnya
Prijanto menegaskan bahwa BAST 2007 yang ditandangani oleh Sutiyoso dan Fauzi Bowo itu berbeda dengan Taman BMW
“Padahal tanah BAST bukan Taman BMW”, tegasnya
Atas fiktifnya surat yang diajukan oleh Pemprov DKI Jakarta itulah yang membuat PTUN memenangkan pihak penggugat, yaitu PT BPH. Pemprov DKI bersikeras lahan tersebut telah menjadi sertifikat hak milik Pemprov DKI atas sebagian lahan seluas 3 hektar dari 12,5 hektar tersebut. Atas kekalahan ini, Pemprov DKI berjanji akan naik banding dengan menyewa pengacara handal atas dasar rekomendasi dari Biro Hukum
“Kami akan banding. Masa sudah jadi sertifikat kalah. Kami rencananya akan menyewa pengacara andal”, tegas Saefullah, di Balaikota, Kamis (15/1/2015)
Dengan demikian, sampai waktu yang belum dapat ditentukan, nasib Persija Jakarta untuk memiliki kandang sendiri akhirnya kandas. Kekalahan ini setidaknya menujukkan kelemahan DKI dalam memahami persoalan hukum dalam kasus sengketa lahan. Selain itu, aroma KKN pun mencuat saat Jokowi sudah berani melakukan groundbreaking di lahan sengketa tersebut. Sehingga, hal ini kembali menegaskan bahwa Proyek Taman BMW adalah proyek ambisius yang sarat dengan nuansa
“Jokowi bohong, bukan? Kejadian ini dimaknai bahwa Gubernur DKI membiarkan dan menutupi kasus korupsi dan kolusi di Taman BMI. Jokowi justru masuk ke dalam pusaran KKN dengan mensertifikasi lahan sengketa”, tambah Prijanto sebagaimana dikutip dari laman kompas.com (25/9/2014) (ARB)