WWF dan Kemenhut Sepakat Wujudkan PHPL di Bidang Sosial Kemasyarakatan

SuaraJakarta.co, JAKARTA – WWF-Indonesia dan Kementerian Kehutanan, melalui Dirjen Bina Usaha Kehutanan, hari ini (14/8) bersepakat untuk mewujudkan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) di bidang sosial kemasyarakatan. Kesepakatan yang tertuang dalam Nota Kesepahaman (MoU) ini ditandatangani oleh Dr. Efransjah selaku CEO WWF-Indonesia, dan Ir. Bambang Hendroyono, MM selaku Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan. Acara penandatangan MoU tersebut berlangsung di Gedung Manggala Wanabakti.

Kesepakatan ini merupakan bentuk dukungan kedua pihak kepada para pengelola hutan produksi di Indonesia, yang diwujudkan dalam upaya regulasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), fasilitasi kemitraan dan pengembangan sistem. Upaya-upaya tersebut dilatarbelakangi oleh terjadinya konflik sosial – yang didominasi oleh konflik tenurial/lahan dan dialami oleh semua unit usaha (IUPHHK-HT dan IUPHHK-HA) – sebagai dampak yang dirasakan oleh masyarakat dalam praktik pengelolaan hutan di Indonesia, yang mana lebih terfokus pada aspek teknis produksi. Para pihak di lapangan sulit untuk memetakan potensi konflik dan resolusinya karena masih terdapat kesenjangan kapasitas SDM yang mampu menangani permasalahan tersebut dengan baik. Hal ini seringkali mengakibatkan buruknya komunikasi dengan masyarakat sehingga membuat kondisi di lapangan menjadi kurang kondusif untuk para investor mengembangkan investasi mereka.

Resolusi konflik tenurial yang terjadi di hutan alam dan hutan tanaman bukan hanya menjad tanggung jawab Pemerintah Pusat saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, sektor bisnis, masyarakat madani (civil society) dan pihak-pihak terkait lainnya. “Kerjasama ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan penyelesaian konflik tenurial dan diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan kawasan hutan produksi di tingkat tapak/Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH),” ujar Ir. Bambang Hendroyono, MM. “Prinsip pengelolaan kawasan Hutan Produksi yang harus mengedepankan kelestarian produksi, lingkungan dan sosial-budaya tetap menjadi perhatian Kemenhut untuk ambil peran aktif dalam usaha penyelesaiannya walaupun ini menjadi tanggung jawab pemegang ijin,” tambahnya.

Menurut Dr. Efransjah, “Dengan persamaan visi dan misi mengenai penerapan sistem PHPL kepada para pengelola hutan, kesepakatan antara WWF-Indonesia dan Kementerian Kehutanan ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi SDM di bidang sosial kemasyarakatan dalam mengimplementasikankegiatan kelola sosial di kawasan hutan produksi.”

Dalam sistem PHPL yang kredibel, aspek kelola sosial juga harus diperhatikan, seperti penerapan mekanisme penanganan konflik sosial, pengakuan hak-hak tenurial, serta memastikan dampak pengelolaan memberikan manfaat positif yang lebih besar dibandingkan dampak negatifnya.

Ditemui di lokasi yang sama, Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF-Indonesia, mengatakan, “Resolusi konflik merupakan bagian terpenting dalam memastikan pengelolaan hutan yang lestari di Indonesia. Oleh karenanya, konflik tenurial harus diselesaikan dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi secara sosial, ekonomi dan ekologis, serta dilakukan dengan proses partisipatif.”

Pengelolaan hutan yang lestari tidak hanya memberikan dampak positif pada produksi kayu dan fungsi habitat yang baik bagi spesies yang dilindungi, tetapi juga memberikan manfaat besar bagi jasa lingkungan, yang mana pada akhirnya akan menguntungkan masyarakat yang hidup di sekitar hutan tersebut.

Related Articles

Latest Articles