SuaraJakarta.co, JAKARTA – Banyak travel yang menawarkan paket murah menempatkan jamaah di hotel yang jauh dari tempat ibadah dan membuat jamaah mempunyai kesulitan untuk memaksimalkan ibadahnya karena tidak efektif. Sehingga perlu dicermati bahwa untuk mencapai ibadah yang efektif bisa jadi tidak efisien (baca: murah). Kembali pada tujuan utama adalah untuk ibadah.
Penetapan harga murah juga memberikan beberapa indikasi antara lain:
1. Dana dari jamaah digunakan untuk investasi (diputarkan ke dalam bisnis lain)
Sebagaimana diketahui, dalam Islam, tidak diperbolehkan dalam 1 akad terdapat 2 transaksi. Jika tujuannya menjual paket umroh, maka tidak boleh digunakan untuk tujuan lainnya. Permasalahan akan timbul, apabila dana yang diinvestasikan atau digunakan untuk keperluan lain (money game/ponzi) kemudian habis dan jamaah gagal berangkat. Jika ini terjadi, biasanya berujung pada kasus penggelapan di kepolisian.
2. Menjual rugi (predatory pricing).
Dalam kompetisi usaha, suatu perusahaan dilarang untuk menjual rugi karena dapat berdampak pada mematikan pelaku usaha lainnya. Akibat lainnya, setelah pelaku usaha lain gulung tikar, barulah harga dinaikkan. Oleh karena itu, menjual harga yang terlalu murah dan cenderung tidak wajar tidak diperbolehkan.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah birokrasi pemerintah yang dirasa memberatkan travel umroh baru. Untuk memperoleh izin PPIU, pengusaha harus memberikan deposit sebesar 100 juta Rupiah. Belum lagi adanya moratorium yang mengakibatkan tidak dapat diterbitkannya PPIU lagi.
Hal ini yang menjadi salah satu alasan kenapa travel haji dan umroh menjadi “nakal” sehingga mereka “kreatif” mensiasati perijinan. Mereka yang awalnya bermaksud baik untuk membantu para jamaah menjalankan ibadah umroh tapi dipersulit oleh pemerintah untuk proses pembuatan travel dan ijin umroh.
Bimo Prasetio, ketua umum JPMI DKI Jaya menambahkan, walaupun telah memiliki PPIU tidak otomatis bisa memberikan jaminan pelayanan yang baik.
“Harus ada kesesuaian antara janji yang ditawarkan oleh penyelenggara travel umroh kepada jamaah dengan layanan yang diberikan. Sejak awal harus terbuka, jangan mengedepankan harga murah tapi tidak terbuka soal fasilitas kepada jamaah,” ujarnya.
Kesulitan memperoleh PPIU tersebut juga membuat para pengusaha membuat ternak usaha. Membuat usaha travel, dibiarkan selama 2-3 tahun lalu dijual dengan keuntungan yang cukup besar.
“Banyak pengusaha yang membuat PPIU dan membiarkannya selama beberapa saat dan lalu menjualnya lagi dengan keuntungan yang lumayan besar”, tambah Hammad Bawazir.