Rupiah ‘Anjlok’ CIDES UIN Gelar Diskusi

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Semakin melemahnya nilai tukar rupiah membuat Center For Information and Development Studies (CIDES) Campus UIN Jakarta menggelar diskusi bertajuk: “Mau Dibawa Kemana Rupiah Kita? Analisis Terhadap Nilai Tukar Rupiah Diatas 13.000 Per US Dolar.” Diskusi ini berlangsung pada Rabu sore, 18 Maret 2015 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Turut hadir dalam diskusi ini mahasiswa dengan berbagai latar belakang organisasi pergerakan, mulai dari KAMMI, HMI, PMII dan IMM.

Menurut Fikri Ismail selaku koordinator CIDES CAMPUS UIN Jakarta, penurunan nilai rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi nilai tukar rupiah adalah pulihnya kekuatan ekonomi Amerika, rencana naiknya suku bunga The Fed (Fed Fund Rate), seta kebijakan Quantitative Easing oleh Eropa (European Central Bank) dan Jepang (Bank of Japan) yang membuat nilai tukar euro dan yen melemah terhadap dolar Amerika.

“Tentu saja pelemahan nilai rupiah terjadi karena faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang pertama adalah semakin pulihnya ekonomi AS, ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang diatas ekpektasi yaitu 2,5 % dan tingkat pengangguran yang menurun hingga pada level 5,7%. Kemudian rencana naiknya Fed Fund Rate pada tirwulan III atau IV tahun ini membuat permintaan dolar meningkat, lalu menyebabkan terjadinya capital outflow. Disisi lain juga nilai tukar euro dan yen melemah terhadap US dolar karena kebijakan Quantitative Easing oleh ECB dan Bank of Japan”, Ujarnya.

Ia menambahkan, faktor dalam negeri yang berjasa dalam pelemahan nilai rupiah diantaranya defisit current account (transaksi berjalan) yang masih terjadi serta tidak mampunya Presiden mengatasi turbulensi politik dalam negeri membuat nilai rupiah turun tak terkendali.

”Faktor internal juga memiliki peranan penting (dalam pelemahan nilai tukar). Defisit transaksi berjalan karena nilai impor yang masih lebih besar dari pada ekspor membuat rupiah tidak berdaya melawan dolar. Belum lagi ditambah ketidaktegasan Presiden mengatasi polemik politik dalam negeri, sehingga membuat investor mencari aman dengan menukarkan kekayaannya menjadi denominasi US dolar. Nah, ini yang harus diperhatikan”, katanya kepada redaksi Suara Jakarta.

Lebih lanjut Fikri mengatakan, seharusnya pemerintah bisa mempertahankan rupiah agar tidak melemah secara drastis, melainkan secara perlahan. Disisi lain, pengaruh paket kebijakan Jokowi dalam meredam keperkasaan dolar AS sangat dinantikan oleh masyarakat.

“Kita memang tidak mempunyai cukup kekuatan untuk melawan keperkasaan US dolar, tapi seharusnya pemerintah masih bisa membuat rupiah agar tidak berfluktuasi secara drastis. Kalau memang trendnya harus naik, naiklah dengan perlahan sehingga tidak menghilangkan kepercayaan pasar terhadap rupiah. Kita juga semua berharap agar paket kebijakan Presiden untuk meredam US dolar dapat terasa dampaknya dalam waktu dekat. Karena bagaimanapun nilai mata uang yang lemah tidak bagus untuk Negara yang memiliki hutang luar negeri yang besar dan nilai ekspor yang lebih kecil dari pada impor”, tegasnya. (FIS)

Related Articles

Latest Articles