Pengamat Hubungan Internasional: PSSI Lebih Tepat Mengacu Kepada Aturan FIFA Bukan Kepada Menpora

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Persoalan sanksi FIFA terhadap PSSI menghasilkan pertanyaan baru: apakah di era yang sudah masuk ke dalam globalisasi ini, negara masih layak bersifat Totaliter mengatur semua hal termasuk urusan sepakbola? Apakah swasta dan pihak ketiga lainnya, tidak dapat ikut campur urusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti industri sepak bola? Lalu, dalam konteks sanksi terhadap PSSI, dimanakah sebenarnya posisi FIFA di dalam sebuah kedaulatan negara?.

Menurut pengamat hubungan internasional, Dr. Dinna Wisnu, saat ini dunia tidak lagi diatur sepenuhnya oleh sebuah kedaulatan negara, tetapi juga aktor-aktor non negara (non-state actors).

“termasuk dalam hal ini FIFA sebagai induk organisasi sepak bola internasional. Dalam bahasa politik luar negeri, FIFA adalah perujudan dari yang disebut Kedaulatan Baru (new sovereignity), “paparnya sebagaimana dikutip dari harian Seputar Indonesia, Rabu (3/6).

Menurutnya, gagasan tentang Kedaulatan Baru tersebut berangkat dari asumsi dan fakta bahwa dunia sudah terlalu rumit dan kompleks untuk hanya dapat diatur oleh negara per negara. Pengajar di universitas Paramadina Jakarta ini bahkan menambahkan bahwa di belakang layar industri, sepakbola telah berdiri ribuan pabrik besar hingga kecil yang mencakup jutaan pekerja.

“Bola atau sepatu yang digunakan para pemain di Liga Inggris kemungkinan diproduksi oleh buruh-buruh pabrik di Cikokol Tangerang yang mengimpor bahan baku murah dari China dengan pabrik yang menggunakan sistem dari India dan desainnya dibuat di Manchester, sementara kantor pusatnya berada di Jerman atau Amerika Serikat,” tambahnya.

Konsekuensi dari adanya keterlibatan multi-lateral ini adalah menghadirkan kompetisi yang sehat dengan tidak adanya intervensi dari negara. Sehingga, kesepakatan internasional yang bersifat sukarela tanpa paksaan. Dengan kata lain, jika Indonesia sudah tergabung dalam FIFA secara sukarela, maka konsekuensinya adalah mematuhi aturan yang ada di FIFA.

“Sama seperti tidak ada yang memaksa Indonesia untuk menjadi penandatangan Konvensi Hak Sipil dan Politik, tetapi ketika sudah menandatanganinya, Indonesia harus patur dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh konvensi tersebut,” jelasnya.

Related Articles

Latest Articles