SuaraJakarta.co, JAKARTA – Setelah menetapkan tersangka kepada Politisi Gerindra M. Sanusi, Trinanda Prihantoro, dan Presdir Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, KPK menyatakan bahwa masih terbuka peluang untuk membidik tersangka baru dalam kasus penyuapan Perda Reklamasi tersebut, termasuk bisa saja kepada Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Bisa mengarah ke yang lain. Tapi saat ini penyidik masih mengumpulkan data dan menelusurinya lebih dalam,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo seusai menjadi pembicara pada kuliah tamu wawasan kebangsaan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, seperti diberitakan Antara, Sabtu (2/4).
Pada kasus ini, Ariesman disangka menyuap Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Agus menjelaskan, kasus ini merupakan persoalan lama sejak zaman kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Pihaknya berkomitmen akan menyelidiki serta menelusurinya sampai tuntas.
Bahkan, lanjut dia, penyidik KPK akan memanggil pihak-pihak yang dinilai mengetahui untuk dimintai keterangan lebih lanjut, termasuk dari kalangan Gubernur DKI beserta jajarannya (eksekutif) maupun legislatif di pemerintahan Ibu Kota.
“Izin pertama zamannya Fauzi Bowo, kemudian era Gubernur DKI Joko Widodo tidak melakukan apa-apa, dan izin pembangunannya kalau saya tidak salah ketika kepemimpinan Gubernur Ahok,” jelas Agus.
Diketahui, Ahok juga ikut bertanggung jawab mengeluarkan Izin Pelaksanaan Reklamasi melalui Pergub Nomor 2238 tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi kepada PT Muara Wisesa Samudra, sebagai anak perusahaan Agung Podomoro Land.
Ahok terburu-buru mengeluarkan izin tersebut, agar PT Muara Wisesa Samudra dapat melakukan promosi atau iklan di media cetak, elektronik, pameran, maupun media luar ruang. Padahal, perusahaan pengembang tersebut belum melengkapi persyaratan pembangunan.
“Segala bentuk promosi harus dihentikan sebelum persyaratan administrasi dilengkapi,” kata Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) Mohammad Syaiful Jihad kepada SuaraJakarta.co, Rabu (18/3/2014).