Jakarta (30/10) – Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia mendesak pemerintah menunda rencana kenaikan tarif 13 ruas tol pada 2016. Selain belum dipenuhinya standar pelayanan minimum (SPM) jalan tol di sejumlah ruas, kenaikan tarif tol juga akan membebani masyarakat.
“Saya menyayangkan langkah pemerintah yang menaikan tarif tol hanya mengacu pada kenaikan inflasi tanpa memperhatikan SPM. Pemerintah jangan gegabah mengambil kebijakan karena kenaikan tarif tidak memberikan rasa keadilan pada konsumen,” kata Yudi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (30/10).
Berdasarkan Undang-Undang (UU) No 38 / 2004 Pasal 48 ayat (3) tentang Jalan menetapkan kenaikan tarif tol memang dapat dilakukan setiap dua tahun. Namun, hal itu tidak hanya didasarkan pada laju inflasi, tetapi dari hasil evaluasi atas pemenuhan SPM dan komponen lainnya.
“Masalah inflasi ini tidak bisa jadi tolok ukur utama, karena UU ini juga mensyaratkan adanya evaluasi setiap dua tahun sebelum melakukan penyesuaian tarif. Hasil evaluasi yang dilakukan BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol-red) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPera-red) pada semester II tahun 2014 ada 5 ruas yang dinyatakan tidak lolos uji SPM dan dinilai kurang memuaskan seperti tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi), tol Jakarta-Tangerang, tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang), dan tol Padalarang Cileunyi (Padaleunyi) serta tol Kanci-Pejagan,” kata Yudi.
Legislator ini meminta pemerintah untuk menunda kenaikan tarif tol selama SPM belum dipenuhi dan kondisi perekonomian belum membaik karena akan membebani masyarakat.
“Jika SPM tidak dipenuhi, seperti tol masih macet, kecepatan masih dibawah 60 km/jam, antrian panjang di gerbang tol, lampu penerangan minim, dan jalan masih ada yang rusak, tarif tol tidak perlu naik,” kata Yudi.
Kementerian PUPR akan menaikan tarif 13 ruas jalan tol pada 1 Januari 2016. Penetapan tarif baru tersebut menyusul Surat Keputusan (SK) yang sudah diteken Menteri PUPR Basuki Hadimuljono Oktober ini.