SuaraJakarta.co, JAKARTA – Meskipun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan karena menjadi kawasan Strategis Nasional, namun Ahok tetap bersikukuh untuk melakukan reklamasi di 17 pulau di kawasan pantai utara tersebut.
Ahok berdalih bahwa Keputusan Gubernur nomor 2238 Tahun 2014 tertanggal 23 Desember 2014 tentang pemberian izin reklamasi tersebut telah sesuai dengan Keppres Presiden Soeharto Nomor 52 Tahun 1995.
Padahal pernyataan Ahok tersebut dinilai lemah dikarenakan Ahok telah melanggar UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juncto Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi.
Ahok pun lupa bahwa pada era Presiden Gus Dur di tahun 2004, muncul UU tentang Reklamasi yang melarang Kawasan Strategis Nasional tersebut untuk direklamasi.
Sebelumnya, Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta), Rico Sinaga, telah mengingatkan bahwa reklamasi ini tidak boleh dilakukan karena gugatan di tingkat kasasi di Mahkamah Agung telah dimenangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Sedangkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah mempersoalkan reklamasi karena banyak instalasi vital di bawah laut yang akan terganggu.
“Sejatinya proyek reklamasi tdk boleh karena gugatan lingkungan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung dimenangkan oleh KLH. Sejak awal reklamasi pantura sudah dikritik banyak pihak. KLH persoalkan amdal, dan tempat pengambilan material penguruk, KKP persoalkan banyak instalasi vital di bawah laut, dan sebagainya”, tegasnya pada 17 Maret 2015
Ahok Dapat “Jatah”
Menanggapi kerasnya sikap Ahok untuk tetap memberikan izin kepada Agung Podomoro dalam melakukan reklamasi 17 pulau, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Addhie Masardi mengendus ada “jatah” yang didapatkan Ahok di balik izin tersebut.
“Ijin yang diberikan kepada pengembang swasta untuk reklamasi (17 pulau), saya jamin enggak gratis,” kata Adhie di Gedung DPRD, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, sebagaimana dikutip dari Merdeka Online (9/4).
Meski demikian, koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini mengaku, tak mengetahui secara persis keuntungan apa yang didapat mantan Bupati Blitung Timur itu.
Dia menambahkan, wewenang eksekutif yang besar berpotensi disalahgunakan. Hal ini dirasanya berbeda jika dibandingkan dengan kewenangan dewan. “Kalau DPRD hanya bisa andalkan APBD,” tandasnya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI diketahui memberikan perpanjangan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G (Pluit City) kepada PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan PT Agung Podomoro Group.
Menurutnya, perpanjangan izin yang diberikan pihaknya lantaran mempertimbangkan pengerjaan proyek yang terlanjur berlangsung. Untuk membatalkan, Ahok hanya ingin Presiden Jokowi yang langsung batalkan.
“Ini kan sudah tanggung, sudah jalan, masa mau dibatalin?” tukasnya. “Apabila reklamasi ini ingin dihentikan, presiden lah yang berwenang,” pungkasnya.