SuaraJakarta.co, Yogyakarta – Anggota Komisi Pertahanan DPR RI Sukamta meminta pemerintah untuk tidak menutupi infromasi tentang perjanjian perdagangan antar negara-negara di sekitar Samudra Pasifik atau yang kerap disebut Trans Pasific Partnership (TPP). Jika pemerintah berusaha menutupi hal tersebut, menurut Sukamta, sama dengan melanggar prinsip TPP itu sendiri, yaitu transparansi dan akuntabilitas.
“Kita mesti tahu dan mengkaji secara rinci poin-poin agreement-nya. Misalnya, apakah ada agreement khusus untuk Indonesia? Jangan sampai ada yang ditutup-tutupi. Keterbukaan informasi menjadi prasyarat mutlak. Kalau ditutup-tutupi itu sama saja melanggar TPP sendiri yang menuntut transparansi dan akuntabilitas,” ungkap Sukamta di sela-sela kegiatan reses di daerah pemilihan (dapil) di Yogyakarta.
Sukamta menambahkan, ada 4 (empat) kebijakan dari TPP yang patut dicermati, yaitu kebijakan kompetisi untuk mempermudah dunia usaha, kebijakan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), kebijakan investasi yang sehat, dan government procurement atau pengadaan barang dan jasa pemerintah secara transparan, efisien dan akuntabel
Atas dasar itu, doktor dari Manchester University ini meminta pemerintah mempertimbangkan beberapa hal terkait poin-poin kesepakatan yang akan dibahas, seperti kondisi ekonomi (perdagangan), peta geopolitik, dan timing (momentum) untuk bergabung. Pasalnya, Sukamta menilai kerjasama TPP bernuansa liberalisasi perdagangan dan membebaskan tarif ekspor-impor.
“Dari sisi ekonomi dan perdagangan, Indonesia masih kurang dalam produksi dan HAKI. Pemerintah sudah mulai melakukan reformasi birokrasi dan deregulasi yang dapat menumbuhkan perekonomian. Dari sisi peta geopolitik, Indonesia dapat menyeimbangkan dominasi Tiongkok di Samudera Pasifik, sekaligus memperluas jalur perdagangan. Sedangkan, dari sisi timing (momentum), Indonesia masih perlu berfokus pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dilaksanakan akhir tahun ini,” papar Sukamta.
Sukamta berharap 3 (tiga) hal di atas dapat menjadi pertimbangan pemerintah untuk menerima atau menolak ajakan Presiden Obama agar Indonesia masuk ke TPP. “Dalam mengambil kebijakan, pemerintah harus mampu melihat dampak kebijakan terhadap masa depan bangsa sepuluh, dua puluh, bahkan lima puluh tahun yang akan datang,” ujar Sukamta.