SuaraJakarta.co, JAKARTA – Saat kunjungan kerja ke Sumatera Utara, Presiden Jokowi dalam pidatonya menyatakan bahwa Politik dan Agama harus dipisahkan.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi menilai dengan dicampuradukkannya politik dengan agama, sebagai penyebab gesekan masyarakat dalam pemilihan kepala daerah.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai pernyataan Presiden Jokowi tersebut kurang tepat, bermasalah, dan bahkan ahistoris. Indonesia bukanlah negara agama, tapi itu bukan berarti agama harus terpisah dari kehidupan politik.
“Agama dalam masyarakat Indonesia sudah menjadi realita sosial sekaligus politik, yang tak dapat dipisahkan. Secara historis, semangat ini sudah sejak awal diakui para pendiri negara ini. Agama menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia melingkupi seluruh aspek kehidupan baik ekonomi, politik, hingga hukum,” jelas Doktor dari Universitas Indonesia ini.
Fadli Zon menambahkan hukum agama diakui dalam sistem hukum Indonesia, seperti hukum perkawinan, warisan, dan seterusnya.
“Bung Hatta pada 1973 yang sangat kuat mengingatkan Presiden Soeharto agar RUU Perkawinan disesuaikan dengan aspirasi umat Islam. Bung Hatta juga pernah menyatakan bahwa bagi muslim berjuang membela tanah air bukanlah suatu pilihan, namun merupakan tugas hidup. Ini menandakan agama melekat dalam masyarakat kita,” tegas Politikus Gerindra ini.
Oleh sebab itu pula, tambah Fadli, di dalam Pancasila dan juga pembukaan UUD 1945, semua diawali dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini refleksi bahwa di Indonsia antara agama dan politik tidak dapat dipisahkan, dan justru merupakan kunci dari kebaikan bersama. Justru pemisahan agama dan politik bisa menimbulkan masalah.
Apalagi kalau menganggap agama sebagai candu seperti Karl Marx atau racun seperti kata Mao Tse Tung. Agama adalah tuntunan hidup bagi umatnya dan dijamin oleh konstitusi.
Fadli Zon justru menilai gesekan dalam pemilihan kepala daerah, lebih disebabkan oleh pernyataan satu orang yang sangat provokatif. Problem utamanya terletak pada ketidakmampuan satu orang mengendalikan ucapannya di depan publik. Sehingga melewati koridor yang sangat sensitif. Di situlah akar utamanya. Jika saja tidak ada pernyataan Sdr.Basuki Tjahja Purnama yang menyinggung kelompok Islam, gesekan masyarakat juga tidak akan eskalatif seperti saat ini.
“Saya berharap agar Presiden dapat lebih jernih mengidentifikasi akar permasalahan. Gesekan saat ini tak ada hubungannya dengan relasi antara agama dan politik. Sebab, sebelum ada pernyataan provokatif dari Sdr.Basuki, hubungan antar umat beragama di Jakarta, baik-baik saja.
Fadli juga menilai tak ada masalah jika ekspresi dan motivasi politik seseorang dijalankan berdasarkan nilai-nilai agama. Faktanya sejak awal kemerdekaan selalu juga ada partai berdasarkan agama baik Islam, Kristen, maupun agama-agama lain. Itu sikap yang konstitusional, sebab dijamin di dalam Pancasila dan juga UUD 1945. (RDB)