SuaraJakarta.co, JAKARTA – Sekretaris Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Rozaq Asyhari mendesak agar Kejaksaan Agung segera mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Aktifis dari PAHAM Indonesia tersebut mengatakan bahwa proses perbaikan diri di Lapas terbukti tidak membuat mereka jera.
“Bisa dilihat, adanya bandar narkoba yang telah vonis hukuman mati, ternyata tidak membawa proses keinsyafan dan perbaikan diri. Diantara mereka malah mengendalikan transaksi dari dalam lapas, lantas apa lagi yang kita tunggu, sedangkan mereka terus membawa dampak negatif terhadap anak bangsa”, papar pengacara PAHAM Indonesia tersebut.
Rozaq mencontohkan terkuangnya pengendalian narkoba dari dalam lapas yang dilakukan oleh Freddy Budiman oleh Bareskrim Polri beberapa waktu kemarin.
“Bayangkan saja, Freddy Budiman yang berada di Lapas dengan penjangaan maksimum seperti Nusakambangan saja bisa mengendalikan perdagangan narkoba internasional, apalagi mereka yang ada di lapas biasa. Karena belum dieksekusi, Freddi masih bisa pesan ekstasi dari Belanda, order shabu shabu dari Pakistan dan beli CC4 dari Belgia. Itu semua kemarin telah dibuktikan oleh Bareskrim, jadi jangan lagi tunda eksekusi untuk para bandar besar internasional seperti ini” papar pegiat HAM dari PAHAM Indonesia.
Saat ditanya mengenai sikapnya terhadap hukuman mati, aktifis HAM tersebut menjawabnya dengan diplomatis.
“Perlu diingat, bahwa setiap harinya narkoba mengakibatkan lima puluh orang meninggal dunia, bisa dikatakan ini lebih jahat dari pada penjahat perang. Tentunya kita tidak bisa terus membiarkan atau mentolelir persoalan yang demikian. Jadi menghukum seseorang untuk menyelamatkan jutaan nyawa orang lain ada skala prioritas yang perlu diambil. Kita harus ingat pula dalam konvensi hak sipil dan politik (ICCPR) pasal 6 ayat 2, diperbolehkan hukuman mati asal kejahatannya termasuk the most serious crime”, papar kandidat doktor di FH Universitas Indonesia tersebut.