SuaraJakarta.co, JAKARTA – Kehadiran Kabareskrim tiga hari lalu, Senin (4/5), yang datang menemui Ahok di kantor Balai Kota untuk mengusut kasus korupsi UPS senilai 50 miliar, memunculkan banyak spekulasi. salah satunya adalah dugaan kuat adanya keterlibatan Ahok dalam menandatangani surat penyimpanan dana sebagai syarat untuk menggelar lelang proyek UPS, juga posisi Ahok sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Demikian disampaikan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan
“Segera periksa Ahok,” tegas dia sebagaimana dikutip dari laman Merdeka Online, minggu (3/5)
Azaz juga mengatakan, memang saat ini polisi belum melakukan pemeriksaan terhadap Ahok, dan mereka mengatakan hal itu merupakan bagian pengembangan pemeriksaan pekara. Namun, alangkah lebih baik jika secepatnya polisi periksa Ahok. Hal ini untuk mencegah dugaan polisi main mata.
“Atau jika ada yang mengetahui bukti lain, misalkan anggta DPRD yang tahu, dapat segera melaporkan ke polisi (untuk membantu tugas polisi),” sambung dia
Sebagaimana diketahui bahwa posisi eksekutif adalah pengguna penuh anggaran, dalam hal ini adalah Gubernur DKI beserta jajaran SKPD di bawahnya. Pembahasan tentang alokasi anggaran, memang dibahas bersama antara DPRD selaku legislatif dengan Dinas Pendidikan selaku wakil dari eksekutif. Namun, untuk pencairan anggaran, Gubernur DKI berlaku penuh untuk menjadi KPA
Jeratan Kasus Korupsi Mantan Menpora
Hal tersebut sebagaimana kasus yang dialami oleh Mantan Menpora Andi Mallarangeng yang dikenakan tersangka dalam korupsi Pembangunan Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat
“Dari hasil pengembangan kasus dengan tersangka DK (Deddy Kusdinar) ditemukan fakta-fakta hukum yang bisa disimpulkan bahwa KPK menetapkan secara resmi AAM (Andi Alfian Mallarangeng) selaku Menpora atau selaku Pengguna Anggaran pada Kemenpora,” kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK Jakarta, sebagaimana dikutip dari laman Republika Online, Jumat (7/12/2012).
Saat itu, konstruksi hukum yang digunakan KPK untuk menjerat Andi sebagai tersangka, adalah sama dengan penetapan tersangka Deddy Kusdinar pada 23 Juli 2012 lalu.
“Yang bersangkutan dikenakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU 39/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” papar Abraham Samad, mantan Ketua KPK
Penetapan tersangka Andi Alfian Mallarangeng berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-46/01/12/2012 tertanggal 3 Desember.
Andi disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.
Dalam laporannya, BPK menyatakan bahwa Menpora diduga membiarkan Sekretaris Kempora (Seskempora) melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melakukan pengendalian dan pengawasan atas tindakan Sesmenpora yang menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora.
Pembiaran Menpora, menurut laporan itu juga diduga terjadi pada tahap pelelangan yaitu ketika Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora.