SuaraJakarta.co, JAKARTA – Jelang status hukum Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia berakhir pada 2021, masyarakat Indonesia diminta untuk mengawasi penyelundupan hukum yang terjadi melalui negosiasi antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan tambang terbesar di dunia tersebut.
Hal tersebut menjadi catatan yang disampaikan oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, atas rekomendasi kepada Presiden Jokowi. Pasalnya, menurut Peraturan Pemerintah (PP_ Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, disebutkan bahwa perpanjangan Kontrak Karya diajukan paling cepat dua tahun atau paling lambat enam bulan sebelum kontrak berakhir. Atas peraturan ini, maka sudah seharusnya perusahaan afiliasi Freeport-McMoran yang berkedudukan di Amerika Serikat tersebut, harus mengajukan perpanjangan kontrak paling cepat di tahun 2019.
Itu berarti, jika negosiasi dilakukan sesuai ketentuan PP, maka akan terjadi pada tahun 2019, tahun dimana terjadi pemilu presiden lagi, sehingga diharapkan Presiden Jokowi tidak mengambil keputusan strategis karena berdampak pada pemerintahan selanjutnya.
“Padahal dua tahun sebelum berakhirnya KK, saat itu Presiden Jokowi akan mengakhiri masa jabatannya. Dalam situasi seperti itu, Presiden tidak layak mengambil keputusan yang strategis, tuturnya, sebagaimana dikutip dari Harian Republika, Jumat (12/6).
Salah satu cara untuk “mengakali”-nya adalah dengan cara mempercepat proses negosiasi, yaitu pada tahun 2015 ini. Dengan demikian, Menteri ESDM memiliki legitimasi untuk mengubah status hukum izin PT Freeport dari Kontrak Karya (KK) tersebut menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Namun demikian, proses perubahan status tersebut, bukanlah tanpa konsekuensi. Berdasarkan UU Minerba Pasal 83 Huruf (g), Freeport berhak diberikan perpanjangan kontrak dua kali masing-masing 10 tahun. Sehingga, dapat dipastikan bahwa PT Freeport akan terus menjalankan pengambilan mineral di Bumi Cenderawasih itu hingga tahun 2055.
“Bila benar perhitungan tersebut (hingga tahun 2055), ini menjadi hal kedua yang harus diperhatikan oleh Presiden Jokowi,” katanya.