SuaraJakarta.co, BEKASI – Puluhan massa yang mengatasnamakan Kolektif Pimpinan Daerah Rekan Indonesia Bekasi (KPD REKAN INDONESIA BEKASI) pagi ini melakukan unjuk rasa di depan kantor bupati kabupaten Bekasi. Mereka menuntut perbaikan kualitas pelayanan kesehatan di kabupaten bekasi yang oleh merka dianggap sudah sangat memperihatinkan. Apalagi kesehatan adalah hak dasar warga negara yang wajib dipenuhi oleh pemerintah, ditengah carut marutnya pelaksanaan jaminan kesehatan yang dijalankan oleh BPJS, kita masih harus berhadapan dengan pelayanan kesehatan di RS yang semakin memburuk.
Seperti yang dialami oleh 2 warga kabupaten bekasi yang harus meregang nyawanya dengan sia sia akibat buruknya pelayanan kesehatan di RS. Pertama, Kasus yang dialami Wandi, 27, warga Villa Mutiara Cibitung Kabupaten Bekasi, pemegang kartu BPJS kelas 2 dengan nomor 0001475721213.
Penderita infeksi paru paru ini masuk di IGD RSUD Cibitung pada tanggal 8/2/2015 dan selama di IGD tidak ditangani dengan serius bahkan dibebani harus membeli obat diluar karena pihak RS menyatakan persediaan obat sedang habis. Baru setelah kasus terlaporkan ke kementerian kesehatan, Tanggal 10/2/2015 Wandi dimasukan ke kamar rawat inap kelas 3. Di kamar rawat inap pun Wandi tidak ditangani dengan serius dan bahkan lagi lagi disuruh beli obat diluar. Namun karena sudah tidak ada uang maka obat tidak mampu dibeli. Hingga malamnya mengalami kritis dan akhirnya meninggal dunia.
Kedua, Kasus yang dialami bayi Habibah yang selama 12 hari dirawat di RS Sentra Medika Cikarang akhirnya meninggal dunia. Ironisnya jenazah bayi Habibah disandera hanya karena orangtua bayi tidak mampu membayar sejumlah uang yang diminta RS namun karena hanya memiliki sedikit uang. Pihak RS menahan jenazah bayi Habibah.
Rico Siagian, Ketua KPD Rekan Indonesia Kab. Bekasi menyatakan “seharusnya pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan dan dinas kesehatan kab. Bekasi dapat mengambil tindakan tegas terhadap kedua RS tersebut sesuai dengan UU RS yang terkait Fungsi Pengawasan Dan Pembinaan Terhadap RS. Sayangnya sampai saat ini belum ada tindakan serius yang diambil oleh instansi terkait.”
“Kemenkes dan dinkes seharusnya mempunyai standard protap terkait dengan stock obat di RS, kasus Wandi membuktikan bahwa lemahnya Fungsi pengawasan yang diamanatkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit pada Bab IV Tanggung Jawab Pemerintah Dan Pemerintah Daerah, Pasal 6 Poin e tentang perlindungan terhadap pasien, Bab VII Kewajiban Dan Hak pasal 29 serta Bab XII tentang pembinaan dan pengawasan pasal 54 dan 55”
“Selain itu BPJS juga harus secara terbuka mensosialisasikan jenis obat, tindakan medis dan alat kesehatan yang dijamin oleh JKN, sehingga masyarakat tidak lagi terkena pungutan biaya lagi di RS dengan alasan obat tidak dijamin, termasuk juga mencabut semua regulasi yang selama ini justru merugikan peserta dan menimbulkan celah RS untuk mengutip kepada pasien” Ujar Rico.
Rico juga menambahkan “ Pemerintah baik pusat maupun daerah harus focus terhadap perlindungan pasien di RS. Dengan bentuk apa ? Segera mendirikan pos pos pegaduan pelayanan di semua RS, sehingga setiap ada persoalan bias dengan cepat diselesaikan tidak seperti sekarang dimana pemerintah seperti pemadam kebakaran yang bertugas “memadamkan api” ketika terjadi kebakaran setelah padam kembali ke kantor dan menunggu kebakaran selanjutnya”