SuaraJakarta.co, JAKARTA – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, Indonesia saat ini menghadapi tantangan terbesar dalam demokrasi sebagai bangsa sejak era reformasi bergulir pada 20 tahun terakhir. Yakni adanya perubahan kapasitas sosial (social shifting) yang jauh lebih cepat dari perubahan kapasitas politik (social politic).
“Tapi alhamdulillah bisa menciptakan keseimbangan baru antara kebebasan dan stabilitas. Secara efektif menciptakan keseimbangan dan stablitas politik,” kata Anis Matta saat menjadi keynote speaker dalam webinar ‘Demokrasi Indonesia di Simpang Jalan’ yang diselenggarakan oleh Moya Institute di Jakarta, Jumat (5/3/2021).
Perubahan kapasitas sosial yang lebih cepat daripada perubahan kapasitas politiknya, menurut Anis Matta, menjadi persoalan fundamental serius, meskipun Indonesia disebut sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, karena sukses menyelenggarakan Pemilu dan banyak Pilkada secara damai.
“Ada faktor yang yang bersifat struktural menentukan, yaitu perubahan demografi. Sensus terakhir 2020 menunjukkan orang-orang muda dalam struktur demografi kita,” ujarnya.
Mereka ini dalam 20 tahun terakhir menciptakan kelas menengah baru. Jumlah mereka cukup besar mencapai 100 juta jiwa dan dianggap sebagai masyarakat urban yang berdaya.
Pada 2025, populasi masyarakat urban ini diperkirakan mencapai 68 persen. “Mereka ini lebih educated dan partisipatif, populasi mereka jauh lebih banyak dari masyarakat miskin perkotaan. Ada kelas menengah baru,” katanya.
Generasi baru yang lahir di era demokrasi ini, lanjut Anis Matta, juga menjadikan mereka sebagai warga global, karena jauh lebih baik terkoneksi secara global.
“Hal itu terlihat dari pertumbuhan media sosial saat ini, dan akses Informasi menjadi tidak terbatas. Social shifting ga jauh lebih cepat dari perubahan kapasitas negara, sehingga tantangannya semakin besar,” katanya.
Dampaknya, adalah perubahan cara pandang masyarakat kepada negara. Mereka memandang negara bukan pada otoritasnya, tapi pada kapasitasnya.
“Inilah masalah kita sekarang ini, output paling besar yang kita rasakan dari reformasi,” katanya.
Anis Matta menjelaskan, dunia juga tengah menghadapi krisis global dengan adanya perubahan sistem (tatanan baru) dan leadership (kepemimpinan). Perubahan ini diperkirakan akan terjadi dalam 10 tahun ke depan, karena sistem sudah tidak berjalan efektif lagi.
“Sehingga akan terbentuk tatanan dan aliansi global baru. Namun, masalah baru muncul, dimana pertumbuhan tidak bisa diwadahi oleh lingkungan kita,” ungkapnya.
Saat ini, perang supremasi antara Amerika Serikat vs China tidak terhindarkan lagi, dan menciptakan tatanan dan aliansi global baru.
“Kalau Indonesia tidak menjadi bagian dari pembentukan aliansi global baru nanti, Indonesia menjadi negara proxy. Konflik seperti tahun 65 bisa terjadi lagi, karena kekuatan global menjadikan Indonesia sebagai medan tempur,” katanya.
Konflik ini tentu saja akan menjadi tantangan terbesar demokrasi Indonesia kedepan, apalagi jika negara tidak menggunakan otoritasnya untuk melakukan pengendalian perubahan kapasitas sosial.