Oleh Husni Mutaqin, Kontributor RZMagz
Suarajakarta.co, FILANTROPI – Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, hidup seorang ulama bernama Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri. Di samping sebagai ulama, beliau juga seorang abid yang banyak sujud kepada Allah SWT. Namun ibadahnya yang banyak itu, tidak mendorong niat beliau untuk ber’uzlah (mengasingkan diri) dari masyarakat. Bahkan beliau termasuk da’i pemberani dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahyu munkar.
Alkisah, ketika Khalifah Harun Al-Rasyid sedang melakukan ibadah haji, sebagaimana lazimnya penguasa sekarang, seluruh tempat yang akan dilaluinya ditutup untuk umum. Pada saat Khalifah sedang melakukan sa’i (lari kecil) antara Shafa dan Marwah seorang diri, sambil disaksikan ribuan jamaah haji, berkatalah salah seorang dari mereka kepada ulama tadi, “Hai tuan guru, apakah boleh seorang khalifah mencegah rakyatnya beribadah kepada Allah?” Ulama itu menjawab, “Apakah kamu ingin agar aku mencegah kezaliman ini padahal kamu tidak berani melakukannya? Orang yang tidak mampu membela kebenaran adalah syetan bisu”.
Selanjutnya berangkatlah Abdullah Al-Amri ke tempat sa’i, sesampainya di dekat Shafa, kebetulan saat itu khalifah baru saja tiba di sana, berteriaklah beliau, “Haruuun ….! (tanpa menyebut jabatan khalifah). Mendengar jeritan tadi, seluruh jamaah haji –termasuk khalifah– menghadapkan wajahnya ke arah datangnya suara. Setelah khalifah tahu siapa yang memanggilnya, segera beliau menjawab, “Labbaika ya’ amin.”
“Naiklah ke bukit Shafa! Lihatlah ke Ka’bah, berapakah jumlah manusia di sana?” Tanya sang ulama. “Tidak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah,” jawab khalifah. “Ketahuilah, setiap orang dari mereka akan diminta pertanggungjawabanmu oleh Allah atas dirimu dan seluruh rakyatmu. Lihatlah kepada dirimu! Apakah pantas engkau perlakukan umat seperti ini?” Mendengar ucapan ulama tersebut, menangislah khalifah seraya mengakui kesalahannya yang beliau lakukan.
Dari kisah di atas, dapat diambil pelajaran betapa lidah itu mempunyai peran yang sangat penting dalam menegakkan Al-Haq. Dan benarlah pepatah “Lidah lebih tajam dari pedang”. Allah SWT juga memuji orang-orang yang mengaktifkan lidahnya untuk berda’wah. “Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang-orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh dan berkata “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri”. (Q.S 41:33)