Larang Warga Sampaikan Pendapat di Muka Umum, Ahok Tidak Pahami Arti Demokrasi

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Rencana Pemprov DKI melarang aktifitas politik warga Ibukota Jakarta setiap hari Minggu dalam pelaksanaan acara Car Free Day (CFD) dinilai merupakan salah satu upaya membungkam ruang gerak partisipasi publik demi kemajuan demokrasi di Indonesia.

Dalam hal ini tentunya Gubernur DKI Jakarta, AHOK, dengan jelas melanggar Hak Asasi Manusia sebagaimana yang telah dijamin dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Tidak hanya itu saja, rencana Ahok tersebut tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 dan pasal 19 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan yang mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas”.

Jika rencana tersebut dilakukan oleh Ahok, jelas ini merupakan sebuah fase kemunduran yang dialami Indonesia. Dimana seorang Gubernur sudah berani dan terang-terangan melarang aktifitas politik warga kotanya. Bahkan seorang Presiden pun tak akan berani melakukan hal semacam itu kecuali SOEHARTO, mengingat hal tersebut sudah diatur dan dijamin dalam Undang-Undang. Jadi sebaik-baiknya seorang AHOK, dirinya harus menarik pernyataan atau gagasan tersebut. Jangan sampai publik menilai bahwa AHOK yang kerjanya marah-marah terus ternyata juga seorang yang anti terhadap demokrasi.

Bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan wujud demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tak semestinya AHOK melarang kegiatan politik warga menyampaikan aspirasi dan gagasannya selama tidak melanggar perundang-undangan.

Kegiatan politik dalam CFD yang selama ini telah dilakukan oleh berbagai warga maupun organisasi-organisasi lainnya berhubungan dengan persoalan kepentingan publik luas. Kalau dalam CFD yang disebarkan paham ISIS, TERORISME, RASISME, tentunya SPRI DKI Jakarta mendukung penuh langkah Gubernur melarang/meniadakan kegiatan tersebut. Tetapi selama dimanfaatkan untuk mengartikulasikan isu-isu publik (sosial, politik, ekonomi kesejahteraan, lingkungan, budaya) AHOK tak boleh melarang hal tersebut untuk disuarakan mengingat suara rakyat adalah suara TUHAN.

Sementara itu, PERGUB Pelaksanaan CFD pun tidak bertentangan dengan kegiatan politik yang selama ini dilakukan oleh warga. Dalam PERGUB tersebut disebutkan, kegiatan CFD bertujuan untuk meningkatkan kualitas udara di Jakarta. Artinya rencana pelarangan dirasa tidak relevan dilakukan, toh aktifitas politik warga dilakukan dengan cara yang sewajar-wajarnya (berjalan kaki dan tidak menggunakan kendaraan bermotor). Lantas letak kesalahannya dimana Pak Gubernur yang terhormat?

Jika dikarenakan ada sedikit insiden kecil kemarin itu antara massa pendukung PRO KONTRA AHOK (saling meledek), itu merupakan hal lain diluar konteks, andai pun itu sampai terjadi (keributan baku hantam) biarkan proses hukum berjalan. Serahkan sepenuhnya kepada pihak penegak hukum memprosesnya. Jangan kemudian, alibi tersebut dimakan mentah-mentah oleh AHOK untuk melarang warga Jakarta menyampaikan aspirasinya. Itu sama saja AHOK tidak memahami konteks persoalan yang dimaksud.

Kegiatan politik dalam CFD merupakan salah satu upaya memberikan pendidikan politik bagi warga. Sekarang mulai dari tukang becak sampai orang gedongan sudah tidak tabu membicarakan persoalan politik di lingkungannya masing-masing. Hal ini positif bagi warga, artinya publik Jakarta sudah melek (sadar) politik serta merespon perkembangan politik yang terjadi. Seharusnya AHOK mengapresiasi hal itu dengan cara terus mensupport dan memberikan ruang publik yang lebih luas lagi kepada warga untuk menyuarakan ide-ide politiknya bukan justru melarang.

SPRI DKI JAKARTA juga mengecam keras rencana AJOK melarang Pedagang Kaki Lima (PKL) mengais rejekk dalam CFD. Justru keberadaan mereka sangat dibutuhkan oleh warga membeli minuman, makanan, dan barang dagangan lainnya. Bila perlu AHOK dan Pemprov DKI membantu PKL menata lokasi dagangannya agar tertata rapi sehingga tak terkesan berantakan.

Sukandar (Ketua Wilayah SPRI DKI JAKARTA)

Related Articles

Latest Articles