SuaraJakarta.co – Penipuan investasi bodong yang marak sejak 2010 sampai dengan saat ini terjadi karena bertemunya 3 hal, yaitu: 1) Minat masyarakat yang makin tinggi terhadap investasi; 2) Didorong tersedianya ‘dana menganggur’ dan 3) Kesadaran perlunya mempersiapkan masa depan. Tren return investasi yang baik, terutama misalnya emas yang sejak 2009 sampai dengan 2012 bisa mencapai kenaikan diatas 12% atau properti yang konsisten diatas 10%. Lemahnya pengawasan pemerintah terhadap praktek penipuan investasi seperti ini. Selain itu, jika terindikasi, penegak hukum kurang sigap menindak.
Banyak penipuan investasi sebenarnya tak lebih dari money game, scam atau menggunakan skema Ponzi yang merupakan kejahatan keuangan. Yang seperti ini jelas tak bisa disebut investasi. Apapun jenis atau metode pemasarannya, baik dengan cara MLM (tidak semua MLM adalah penipuan investasi karena MLM adalah metode pemasaran dan bukan bisnis model investasinya), atau dengan cara direct selling, atau dengan rekrutmen massal yang biasanya mengundang ‘calon korban’ ke dalam sebuah gathering berujung ajakan bergabung.
Emas, karena aman dan kepastiannya dalam hal return, mampu memikat mereka yang tak merasa cukup dengan hasil moderat. Maka ditawarkanlah engineering sedemikian sehingga menjadi leverage untuk emas, hasilnya berupa return lebih tinggi, bahkan diatas 30%. Melihat ini, investor berpengalaman sebetulnya bisa mulai menaruh curiga: investasi pasif apa yang bisa memberikan hasil sebesar ini?
Jika didalami, emas adalah juga adalah ‘korban’ krn dijadikan umpan investasi bodong. ‘Nama baik’ emas menjadi korban karena kemudian dihubung-hubungkan selalu dengan penipuan investasi. Bahkan toko emas dan perusahaan berjangka yang legal ikut-kutan dicurigai dan berimbas kepada kepercayaan konsumen kepada mereka.
Memang benar, dari rilis OJK terakhir, ada cukup banyak perusahaan dengan selubung investasi emas yang masuk daftar hitam sebagai investasi abal-abal yang menipu masyarakat. Hal ini tak bisa dilepaskan dari sebab-sebab yang kita bahas di bagian awal tulisan. Namun, ada banyak juga selubung lain dalam memikat masyarakat, misalnya perusahaan travel, biro perjalanan haji, komoditas lain, perkebunan, transportasi maupun yang ‘basic’ seperti investasi di valuta asing dengan hasil sangat besar.
Bagi masyarakat, ‘gagap investasi’ ini harus dibantu penyelesaiannya karena menyangkut soal skillset dan mentalitas. Masyarakat mungkin melihat contoh orang-orang tamak di sekitarnya. Ingin hidup mewah dengan cara segampang-gampangnya tanpa bekerja keras adalah pemandangan sosial di sekitar kita. Belum lagi edukasi yang keblinger. Meliberalisasi makna investasi seolah hanya soal return yang dicari, bukan mengajari tentang pengorbanan dan disiplin.
Di sinilah peran media, kampus, sekolah, perbankan dan otoritas. Termasuk juga keluarga. Mengajarkan cerdas finansial adalah beban di pundak orangtua
Penulis: @endykurniawan – Trainer, coach dan penulis bidang Bisnis, Investasi dan Keuangan. Pendiri dan pemilik @salma_dinar distributor emas logam mulia nasional