Reklamasi Teluk Jakarta merupakan kebutuhan pembangunan dalam rangka menjawab tantangan perubahan sekaligus memberi solusi atas beban permasalahan yang ditanggung oleh Jakarta sebagai Ibukota Negara.
Berangkat dari kesadaran reklamasi menjadi sebuah kebutuhan yang tidak terelakkan dalam pembangunan untuk kota besar seperti Jakarta, maka sejak pemerintahan Orde Baru para pemangku kebijakan terkait saat itu sudah merumuskan untuk melakukan reklamasi di kawasanTeluk Jakarta, itu dapat terlihat dari keluarnya Kepres 52Tahun 1995.
Namun sangat disayangkan, saat ini isu reklamasi semakin berkembang liar dan terkesan semakin menjauh dari subtansi bahwa reklamasi merupakan kebutuhan dalam pembangunan. Berbagai analisa bermunculan dengan sudut pandang yang semakin melebar.
Mungkin saja isu reklamasi saat ini sudah masuk angin, sengaja dimainkan untuk kepentingan politik menjelang Pilgub DKI Jakarta yang akan di gelar bulan April tahun 2017 mendatang. Jika menyimak aroma pertarungannya memang cukup sengit, dari nama yang muncul melawan petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Sebagai calon yang kembali bertarung dalam Pilgub nanti, nama Ahok memang sangat diperhitungkan. Karena ia telah memiliki sejumlah prestasi dalam memimpin Jakarta beberapa waktu belakangan ini. Mungkin saja strategi politik lawan mulai dimainkan dalam rangka mencari kelemahan Ahok, termasuk memainkan isu reklamasi ini.
Yang sangat disayangkan adalah, jika pembangunan diseret dalam pusaran kepentingan politik, subtansi kebutuhan atas pembangunan tersebut menjadi kabur, terbunuh oleh anasir-anasir politik yang dapat saja menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah.
Sementara pembangunan merupakan sebuah keniscayaan yang harus dijalankan demi menjawab semangat perubahan, dan member solusi atas beban permasalahan yang ada. Pembangunan tidak terlalu menarik menjadi wacana liar yang dibahas oleh bukan ahlinya, karena analisa yang dilakukan bias saja salah dan dapat mengorbankan pembangunan itu sendiri.
Bahkan ada yang mengatakan reklamasi dapat merusak lingkungan, ya sudah dapat dipastikan karena itu pengurukan laut sudah jelas merusak lingkungan. Tapi kerusakan lingkungan yang terjadi hanya sesaat dan akan melahirkan manfaat untuk jangka waktu yang lebih panjang kedepan. Sebagai contoh, Ancol, Pelindo, dan reklamasi yang sudah dilakukan belahan dunia yang ada.
Saat ini, tanpa reklamasi teluk Jakarta juga sudah mengalami pencemaran luar biasa. Kemana suara yang mengaku peduli atas lingkungan tersebut. Penambangan dibanyak daerah telah mencemari aliran sungai dan merusak lingkungan. Itu sebenarnya jauh lebih berbahaya, karena merusak tanpa menjajinkan manfaat untuk masa depan. Seharusnya mereka yang mengatas namakan lingkungan dapat bersuara lantang.
Untuk itu, marilah berpikir lebih obyektif dalam melihat realitas yang ada. Pisahkan kebutuhan pembangunan dengan kepentingan politik yang hanya bersipat sesaat. Jika reklamasi adalah aktivitas yang menakutkan, tidak mungkin negara lain sukses dengan reklamasi yang merekalakukan. Jika di negara lain reklamasi dapat dilakukan dengan mudah, lantas mengapa di Negara kita seperti momok yang menakutkan. Terima kasih.
Penulis: Achmad Suhardi, Warga Penjaringan, Jakarta Utara