Mahasiswa dan Rakyat yang begitu marah melihat berita-berita di media pada malam hari, kemudian pada pagi harinya kembali bergerak dari setiap titik-titik kampusnya masing-masing, setelah beberapa kali mengalami halangan-halangan dan bentrokan dimana-mana, hingga akhirnya berhasil melakukan pendudukan gedung DPR / MPR RI beberapa hari berikutnya. Di sisi lain, aparat keamanan yang sebelumnya begitu brutal dan agresif dalam menghalau setiap aksi aksi, konvoi konvoi dan longmarch mahasiswa, kala itu relatif ‘agak’ defensif. Sehingga peristiwa pendudukan parlemen oleh gerakan Mahasiswa selama beberapa hari itu, kemudian menjadi tonggak sejarah jatuhnya Soeharto dari tampuk kekuasaan.
Penutup
Jenderal Soeharto hari ini memang sudah tumbang dan meninggal dunia. Akan tetapi seluruh warisan dan tatanan kekuasaannya masih hidup, tumbuh subur dan bisa kita lihat di mana-mana hari ini. Angkatan Muda Mei 1998, dengan gagah berani telah berhasil menumbangkan kekuasaan Soeharto secara fisik, mengusir perlahan-lahan militerisme ke barak, memberi ruang bagi kebebasan ber-organisasi dan berekspresi bagi semua orang. Namun demikian, masih banyak lagi cita-cita gerakan Mei 1998 yang belum tercapai, utamanya dalam rangka cita-cita menuju tatanan kesejahteraan dan kemakmuran untuk rakyat banyak secara nyata.
Gegap-gempita dan hiruk-pikuk Peristiwa Mei 98 yang dipelopori angkatan muda kala itu, berikut efek-efek atmosfir politik dan efek kehidupan demokratisasi yang meluas memang telah surut. Penanda waktu yang telah berlalu 17 tahun yang lalu bukan saja telah membuat usang ide-idenya, semangatnya dan Karakter “pendobrak-nya” dari kebekuan masa gelap zaman Orde baru, menuju zaman yang seharusnya lebih cerah di zaman Reformasi hari ini.
Penanda waktu 17 tahun peristiwa Mei ’98, bahkan terasa begitu memprihatinkan, saat banyak dari para pelakunya (angkatan muda zaman itu) yang dulu bersama orang banyak aktif melawan tirani dan kediktatoran Orba, justru sekarang banyak yang ter-ilusi dan bahkan sebagian diantaranya terserap masuk menjadi bagian dari “kediktatoran dan tirani” baru, tentunya dengan wajah baru yang “seolah” terlihat lebih lunak, ramah dan Populis.
Tugas sejarah Angkatan Muda berikutnya lah yang memiliki kewajiban untuk belajar dari masa lalu, menuntaskan seluruh kekurangan-kekurangan, kelemahan kelemahan dan tentunya, kealpha-an dari generasi sebelumnya. Belajar dari kesalahan-kesalahan generasi sebelumnya, memeriksa kekuatan dan kelemahan, membaca alur dan dinamika masyarakat Indonesia secara kritis, adalah salah satu jalan keluar bagi kita semua, untuk membangun tatanan Indonesia modern yang lebih sejahtera untuk orang banyak, lebih beradab, lebih manusiawi dan lebih baik dimasa depan.
* Pelaku Sejarah 1998 Dan Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Sosial Dan Politik Di Malang.