Catatan Narasi Kecil, Rangkaian “Perlawanan” Mahasiswa-Rakyat Mei ‘1998, di Jakarta

Represi keras kekuasaan Orba saat itu, berupa berbagai penangkapan aktivis pro-demokrasi, pemenjaraan, penculikan, disertai dengan penggerebekan sekretariat sekretariat gerakan, peng-gerebekan kampus-kampus, pabrik-pabrik oleh aparat intelijen dan tentara, juga peng-gerebekan rumah-rumah dan kantor-kantor yang dicurigai sebagai tempat berkumpul dan bersembunyi-nya para aktifis pergerakan kala itu.

Memasuki era tahun 1997, gerakan Rakyat dan Mahasiswa mulai menggeliat kembali secara perlahan-lahan. Berbagai bentuk aktivitas politik berupa konsolidasi, diskusi-diskusi, dan rapat-rapat tertutup mulai dilakukan oleh para aktivis pergerakan yang tersisa dan berserakan, tentunya dalam situasi penuh ketakutan, ancaman dan kondisi yang kocar-kacir pasca pemukulan secara fisik di beberapa kota, termasuk di wilayah Jakarta.

Sepanjang tahun 1997, bentuk-bentuk perjuangan tertutup (bawah tanah) mulai dilancarkan. Seperti ‘Graffiti Action’ di dinding-dinding strategis kota, pembangunan kembali komite-komite aksi, distribusi selebaran ke kampus-kampus, juga ke kantong-kantong pemukiman massa miskin perkotaan, kawasan-kawasan industri, perkampungan buruh, bis-bis, halte, telepon umum, dan fasilitas publik lainnya, tentunya dengan secara sembunyi-sembunyi.

BACA JUGA  Saatnya Tingkatkan Produktifitas Industri Pertahanan Dalam Negeri

Aktifitas Politik bawah tanah yang dilakukan oleh para aktifis Pro-demokrasi tersebut, bertujuan agar selebaran-selebaran dan terbitan-terbitan yang diproduksi oleh gerakan bawah tanah mampu dibaca dan menjangkau massa secala luas. Selebaran-selebaran ini umumnya berisikan informasi mengenai isu-isu yang saat itu menjadi keresahan dan pembicaraan orang banyak, seperti isyu kenaikan upah buruh, tuntutan tanah untuk petani penggarap, turunkan harga, seruan kebebasan ber-organisasi, isyu otonomi kampus, juga isu politik seputar Cabut 5 UU Politik, tuntutan Cabut Dwifungsi ABRI (Militerisme) dan seruan Gulingkan Soeharto oleh masa rakyat yang sadar dan terorganisir.

Sepanjang bulan Mei 1997, Orde Baru menyelenggarakan Pemilu untuk melegitimasi kembali kekuasaannya, sementara gerakan Rakyat dan Mahasiswa yang bekerja dalam syarat-syarat yang begitu represif mulai bergerak dan merespon dengan lantang Pemilu 1997 dengan slogan: ‘Boikot Pemilu Orba dan Gulingkan Soeharto..!!’.

SuaraJakarta.co
BACA JUGA  Pemblokiran Media Islam: Alasan Radikalisme atau Bentuk Deislamisasi?
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles