Memasuki awal tahun 1998, situasi krisis ekonomi, politik dan sosial yang melanda rejim Orba yang makin uzur itu berlangsung lebih mendalam. Antrian orang untuk mendapatkan sembako (Sembilan kebutuhan bahan pokok), seperti beras, minyak, bensin dan kebutuhan pokok sehari-hari, terjadi dimana-dimana. Kalangan kelas menengah Jakarta, yang awalnya relatif bersikap apolitis dan netral, mulai resah dan ikut berteriak-teriak menghadapi realitas ini, Sistem kapitalisme yang berwatak militeristik yang dibangun rejim Orba selama 32 tahun, tiba-tiba mengalami stagnasi, krisis dan kebangkrutan secara luas dihadapan rakyat banyak.
Sementara kalangan mahasiswa dari berbagai kampus yang memang sudah mulai meng-konsolidasikan diri secara perlahan-lahan, melalui pembangunan Komite-komite aksi, rangkaian aksi demonstrasi dan mimbar bebas di kampus-kampus juga mulai berlangsung dengan berbagai macam isu utama, seperti “Turunkan Harga kebutuhan Pokok”, tolak Korupis Kolusi dan Nepotisme (KKN) juga isyu “Otonomi kampus dan kebebasan Akademik” mulai menggeliat secara perlahan.
Di kota Jakarta, saat menyadari perubahan-perubahan situasi ini, beberapa aktivis mahasiswa yang awalnya tak sampai puluhan itu mulai mengumpulkan kontak-kontak dan jaringan dari berbagai kampus yang mampu di jangkau secara intensif. Tentunya upaya ini dilakukan masih dalam suasana kerja-kerja semi terbuka (semi legal), untuk menghindari jangkauan Intelijen, aparat militer dan polisi pada waktu itu.
Pertemuan pertama Gerakan Mahasiswa (yang nantinya akan menjadi Organisasi Perlawanan Mahasiswa terbesar di Jakarta, yaitu Forkot), dilangsungkan di sebuah kost-kostan di bilangan Lenteng Agung (saya lupa tanggal dan bulannya). Pertemuan ini awalnya hanya dihadiri oleh sedikit delegasi dari 6 kampus, yakni dari IISIP, UID, Universitas Juanda (bogor), IPB, UI dan Trisakti. Pertemuan kedua antar kampus ini kemudian berlanjut di kampus Trisakti dan delegasi-delegasi kampus yang datang mengirimkan delegasi-nya makin bertambah saat itu.
Pertemuan selanjutnya dibuat berkeliling di kampus-kampus secara bergantian dan berpindah-pindah, dimana setiap pertemuan terjadi penambahan kampus-kampus baru, hingga forum menyetujui nama Forum antar berbagai Kampus ini adalah Forum Kota (Forkot).
Hampir semua kampus di Jakarta berhasil di jangkau oleh organisasi baru ini. Selain Forkot, saat itu juga terdapat organisasi mahasiswa yg relatif mapan, yang di sebut FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta). Para aktivis mahasiswa yang bekerja secara tertutup ini, kemudian juga tak luput untuk masuk ke dalam pertemuan-pertemuan FKSMJ untuk meradikalisir tuntutan Anti Orde Baru di kalangan pimpinan-pimpinan Senat Mahasiswa yang terlibat di sana, sehingga mereka-pun sepakat dengan tuntutan Anti Orde Baru, dan mau terlibat bergerak untuk bersama-sama turun ke jalan.