Program Rumah Bedah Pemprov DKI Banyak Dikeluhkan, Hasil Renovasinya Asal-Asalan

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Masih ingat dengan Program Bedah Rumah yang digulirkan Pemprov DKI? Ya, program yang diluncurkan dua hari menjelang pencoblosan Pilkada DKI putaran kedua itu, faktanya banyak dikeluhkan oleh masyarakat penerima.

Bagaimana tidak, program ini jelas tidak manusiawi. Warga dipaksa menempati rumah yang hanya beratap satu, berkamar satu, berpintu satu, dengan maksimal dua jendela. Sedangkan bagian rumah lainnya, dibiarkan begitu saja tanpa direnovasi.

Siti Aisyah, misalnya. Warga Jalan Cilincing Lama I, RT 13 RW 03, Cilincing, Jakarta Utara ini mengeluh karena ternyata renovasi atap rumahnya tidak sempurna. Dikutip dari Harian Tempo, Sabtu (8/7), dirinya menuturkan pipa air di rumahnya, dipasang asal jadi. Sambungannya tak rapat sehingga air kerap mengucur dan membanjiri lantai rumah.

“Sampai kepleset saya waktu itu,” jelas Aisyah.

Rumah perempuan berusia 40 tahun tersebut juga tidak dipasangi plafon. Atapnya hanya dipasangi kerangka besi baja ringan. Sebelumnya, atap rumahnya hanya dipaku, sehingga mudah lepas. Setelah dia memprotes, pekerja datang kembali untuk membetulkannya. Akhirnya, disemen biar kuat.

Kasus serupa dialami Rostinah. Warga usia 59 tahun itu, juga tidak memiliki plafon. Warga yang tinggal di RT 08 RW 03, Cilincing, Jakarta Utara itu dapur dan kamar mandinya sama sekali tidak diperbaiki. Atap dan dindingnya terlihat sudah lapuk. Dindingnya berwarna cokelat kehitaman dan atapnya rendah, penuh tambalan kayu di sana-sini.

Bahkan Rostinah harus mengeluarkan uang sebesar Rp 150 ribu untuk instalasi lampu tambahan kepada petugas. Sebab, program Bedah Rumah ini hanya menganggarkan untuk pemasangan satu lampu. Selebihnya, masyarakat harus menambah biaya jika ingin banyak pasang lampu.

“Bukan kami pungut. Tapi, masyarakat ada yang minta tolong dipasangin banyak. Kami bantu carikan dari freelance. Itu juga harganya terjangkau,” sangkal Koordinator Bedah Rumah Marta Hardi Sarwono dari Kecamatan Cilincing.

Kini, belum jelas apakah program ini apakah akan dilanjutkan dan diperbaiki kualitasnya oleh Gubernur DKI terpilih Anies Baswedan. Yang jelas, banyak pihak menilai program ini dinilai politis karena diresmikan jelang pilkada, dan tidak bisa diaudit karena menggunakan anggaran CSR, yang salah satunya dari PT Tata Logam Lestari.

“MoU nya begitu (hanya satu atap, satu pintu, satu kamar, dan maksimal dua jendela,” dalih Supervisor Project PT Tata Logam Lestari Aldoko.

Related Articles

Latest Articles