SuaraJakarta.co, JAKARTA – Meskipun Presiden Jokowi telah menegaskan bahwa dirinya menolak revisi UU KPK untuk dimasukkan dalam prioritas prolegnas 2015, namun hal tersebut ternyata tidak serta-merta diikuti oleh partai pendukungnya, Nasional Demokrat, untuk ikut pula menolak revisi UU tersebut
Dukungan untuk merevisi tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh, dimana revisi tersebut bertujuan untuk perbaikan penegakan hukum.
“Rencana itu sedang dikaji. Kalau untuk perbaikan kenapa tidak. Karena niat dan tekadnya bagus,” ujar Paloh setelah acara buka puasa bersama di DPP Partai NasDem, Jakarta Pusat, sebagaimana dikutip dari laman inilah.com, Sabtu (20/6/2015).
Owner media Metro TV tersebut berpendapat revisi dilakukan untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi dan membuat KPK konsisten dalam menegakkan hukum.
“Kalau UU dirasakan bisa memperbaiki untuk konsistensi penegakan hukum, kenapa tidak,” ujar Paloh.
Sementara Ketua DPR RI Setya Novanto mengatakan Pimpinan DPR RI menunggu perkembangan proses revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sedang berjalan di Badan Legislasi DPR.
“Kami serahkan semuanya kepada pihak Baleg DPR RI dan pemerintah. Kita lihat perkembangannya nanti,” kata Setya Novanto di Gedung Nusantara III, Jakarta, Jumat (19/6).
Dia meyakini DPR dan pemerintah akan mencari jalan terbaik agar institusi KPK lebih baik dan lebih kuat melalui revisi UU KPK. Menurut dia, revisi UU KPK pada dasarnya ingin memperkuat supremasi hukum khususnya di KPK.
“Dan semuanya saya harapkan sabar menunggu dan (berharap) semuanya berjalan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Dia mengatakan Pimpinan DPR RI akan mempelajari substansi revisi UU tersebut, agar KPK berkontribusi besar untuk kepentingan bangsa dan negara khususnya terkait masalah korupsi.
Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM mengajukan revisi atas Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masuk dalam Proyeksi Legislasi Nasional 2015.
“Undang-Undang ini sudah masuk dalam ‘longlist’ Prolegnas 2015-2019 sebagai inisiatif DPR dan perlu didorong untuk dimajukan sebagai prioritas 2015,” kata Menkumham Yasona H Laoly, di Ruang Rapat Badan Legislasi DPR RI, Gedung Nusantara I, Jakarta, Selasa (16/6).
Jokowi Tolak Revisi
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menolak rencana revisi Undang-Undang KPK masuk ke dalam prolegnas.
“Presiden menyatakan menolak rencana dan usulan revisi undang-undang KPK, begitu,” kata Plt Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrahman Ruki dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, Jumat petang, usai rapat terbatas tentang pemberantasan korupsi yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.
Presiden, kata Ruki, mengatakan menolak rencana itu karena bukan termasuk prioritas pembahasan undang-undang.
“Sebetulnya prolegnasnya 2016, bukan 2015 ya. Tapi tidak tahu kenapa ada percepatan. Tapi yang jelas Presiden menolak,” paparnya.
Ruki mengatakan dengan adanya penolakan itu maka DPR RI akan kesulitan untuk membahas revisi UU KPK.
“Revisi terhadap undang-undang KPK dilakukan setelah sinkronisasi semuanya, tidak boleh duluan, dan kita minta itu. Dan itu kemudian disambut oleh Presiden,” kata Ruki.