SuaraJakarta.co, JAKARTA – Setelah kemarin sore (26/10) Presiden RI ke 7, Jokowi, resmi mengumumkan nama-nama menteri dalam Kabinet Kerja yang disusunnya bersama dengan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla, beberapa pengamat mempertanyakan komitmen Jokowi soal keseriusannya dalam mengusut tuntas kasus HAM yang pernah terjadi di Indonesia, terutama berkaitan dengan nama menteri yang diduga kuat terkena kasus pelanggaran HAM.
Oleh karena, jika menilik ke belakang, saat kampanye presiden, Jokowi berkomitmen untuk menuntaskan kasus HAM yang terjadi di Indonesia, seperti soal kasus hilangnya 13 korban tanpa kejelasan di tahun 1998, termasuk seorang Penyair bernama Wiji Thukul.
“Harus jelas. Masa 13 orang bisa tidak ketemu tanpa kejelasan”, kata Jokowi di rumah relawan di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat, sebagaimana dilansir dari liputan6.com (9/6/2014)
Menurut Jokowi, upaya untuk menuntaskan kasus Pelanggaran HAM adalah bagian dari semangat untuk melakukan rekonsiliasi untuk membuka masa depan Indonesia yang lebih baik dan memperjelas kasus yang terjadi di masa lalu.
Pengiat HAM Mempertanyakan Soal Kasus HAM Ryamizard
Namun demikian, terpilihnya Jenderal Bintang Tiga Ryamizard Ryacudu sebagai Menteri Pertahanan membuat banyak Pegiat HAM mempertanyakan komitmen Jokowi tersebut soal penegakan kasus HAM. Hal tersebut, menurutnya, mampu membuat preseden buruk bagi komitmen masyarakat Indonesia untuk memperjelas soal kasus HAM yang pernah terjadi di negeri ini
“Orang-orang seperti ini (Wiranto dan Ryamizard Ryacudu) hanya akan mempersulit Jokowi, mempersulit kabinet, dan yang sudah pasti mempersulit kami semua orang kecil. Sekali lagi kami meminta nama ini di-drop, dikeluarkan dari kabinet, “Kata Haris Azhar, Koordinator KontraS sebagaimana disampaikan pada Berita Metro TV pukul 06.30 pm.
Menurutnya, Jokowi telah bersumpah saat dilantik sebagai presiden untuk melindungi seluruh tumpah darah bangsa Indonesia sebagaimana tertuang di Pembukaan UUD 1945
“Penegakan hukum tersebut sudah dijanjikan dan dia (Jokowi) bersumpah untuk menjaga konstitusi dan undang-undang. Di mana di dalamnnya disebutkan hak asasi manusia sebagai salah satu aspek penting yang harus dihormati”, Tegas Haris sebagaimana disampaikan pada berita online Metro TV (25/10)
Konflik di Aceh dan Papua
Sebagaimana diketahui, Ryamizard menjadi aktor utama terjadinya pelanggaran HAM di dua daerah sekaligus, yaitu Aceh (2003) dan Papua (2004). Menurut Mustiqlal, Direktur LBH Banda Aceh, Ryamizard diduga kuat bersangkutan dengan kasus HAM saat terjadi Darurat Militer di Aceh. Pantauan dari tokohindonesia.com, Ryamizard yang saat itu menjabat sebagai KSAD menolak hasil perjanjian MOU Aceh di Helsinki dan cenderung bersikap keras untuk menumpas Gerakan Separatis Aceh (GSA).
Atas dasar itulah, LBH Banda Aceh meminta Jokowi untuk mengganti posisi Menteri Pertahanan tersebut
“Ini tidak baik, seharusnya Kabinet Kerja Jokowi punya track record yang baik, khususnya dari isu korupsi dan HAM”, kata Mustiqlal sebagaimana dirilis oleh acehterkini.com (26/10)
Selain itu, pada kasus pelanggaran HAM di Papua, pengamat menilai Ryamizard berpotensi memunculkan resistensi penegakan hukum bagi prajurit yang melanggar
“Terlebih Ryamizard, muncul potensi resistensi penegakan hukum bagi prajurit yang melanggar. Sebab, rekam jejak Ryamizard saat menjabat KSAD pernah membela prajurit Kopassus yang membunuh Ketua Presidium Dewan Papua Dortheys Hiyo Eluay pada November 2001”, terang Al Araf, Pengamat Pertahanan dari Imparsial, sebagaimana dikutip dari Tempo.co (26/10) (ARB)