RUU Ekonomi Kreatif Masuk Program Legislasi Nasional 2015

SuaraJakarta.co, JAKARTA — Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekonomi Kreatif berhasil masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Pembahasan RUU yang merupakan inisiatif Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini sangat penting, mengingat perlindungan dan dukungan bagi pekerja kreatif sudah mendesak, karena masih begitu banyaknya hadangan yang dihadapi para pekerja kreatif, ditambah sudah diterapkan Masyarakat Ekonomi Asean.

Inisiator RUU Ekonomi Kreatif yang juga Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, ekonomi kreatif adalah masa depan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini hanya mengandalkan kekayaan alam. Saat ini saja, ekonomi kreatif sudah mampu menyumbang sekitar tujuh persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau masuk sebagai tujuh besar penyumbang PDB negara ini.

“Saya bersyukur, RUU Ekonomi Kreatif yang saya ajukan masuk dalam Prolegnas 2015-2019. Karena bagi saya pribadi, RUU ini cukup mendesak. Sebagai senator saya sudah berhasil menyakinkan parlemen bahwa RUU ini wajib masuk prolegnas. Saya sudah perjuangkan agar jadi prioritas tahun ini, tetapi keputusan ada di Baleg DPR, bukan di DPD. Namun, saya optimis, 2016, RUU ini akan jadi prioritas,” ujar Fahira di Jakarta (20/02).

Menurut Fahira, karakter industri kreatif yang padat karya, menjadikan sektor ini paling pesat menyerap tenaga kerja. Pada 2013 saja, sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 11.872.428 orang atau 10,72% dari total penyerapan tenaga kerja nasional yang sebesar 110.801.648 orang. Potensi ekonomi kreatif juga telah menempatkannya sebagai tiga besar penyumbang jumlah usaha di Indonesia. Dari sekitar 55 juta lebih usaha di Indonesia hampir 10 persennya adalah usaha berbasis kreatifitas.

“Ini (ekonomi kreatif) potensi luar biasa. Dengan kebudayaan Indonesia yang kaya, saya yakin sektor ekonomi kreatif akan jadi kekuatan baru ekonomi Indonesia. Karena dampaknya tidak hanya bagi perekonomian. Jika ada perlindungan dan keberpihakan, ekonomi kreatif akan jadi penguat citra dan identitas bangsa yang imbasnya nanti ke berbagai sektor. Lihat saja sekarang, batik dan tenun sudah mendunia atau bagaimana menggeliatnya pariwisata Belitung akibat dari novel dan film Laskar Pelangi. Inilah kekuatan dari ekonomi kreatif,” ujar Senator asal Jakarta ini.

Menurut Fahira, pondasi utama dari pengembangan ekonomi kreatif adalah Orang-Orang Kreatif yang ada di Indonesia. “Yang mereka butuhkan sumber daya, industri, pembiayaan, pemasaran dan teknologi. Satu lagi yang juga sangat penting segera direalisasikan adalah kelembagaan yang mewadahi mereka. Maka UU Ekonomi Kreatif sudah mendesak.,” ungkap aktivis sosial yang juga pengusaha kreatif ini.

Sebagai negara dengan potensi sumber daya insani kreatif, kekayaan warisan budaya dan lingkungan alam yang kaya, tambah Fahira, Indonesia harus menjadi leader di ASEAN dalam bidang ekonomi kreatif. Saat ini, jika dibanding Malaysia, Thailand, dan Singapura ekspor industri kreatif Indonesia masih ketinggalan.

“Dari total jumlah ekspor Indonesia, industri kreatif baru menyumbang 0,68 persen. Bandingkan dengan Singapura yang sudah menyentuh angka 1,69 persen, Thailand 1,29 persen, Malaysia 0,96 persen. Jika mau kita bandingkan, potensi yang kita punya lebih besar dari mereka, tetapi mereka lebih maju karena negara melindungi dan punya keberpihakan. Kita sudah ada keberpihakan, tapi belum maksimal. Makanya sekali lagi, RUU ini penting untuk segera dibahas,” tukas Fahira.

Sebagai informasi, negara di dunia dengan ekspor industri kreatif paling besar adalah Amerika yang sudah mencapi 5,02 dari total ekspor mereka, kemudian Perancis (4,02 persen) dan Inggris (3,87 persen).

Related Articles

Latest Articles