Penyerapan DKI Rendah, Bukti Kinerja Buruk

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Rendahnya penyerapan anggaran di Pemprov DKI Jakarta terus mendapat sorotan negatif dari berbagai kalangan. Pada tahun 2012, serapan anggaran mencapai 80 persen dari total anggaran Rp.41,3 triliun. Kemudian tahun 2013, dari anggaran sebesar Rp.50,1 triliun, penyerapan anggaran hanya mencapai 82 persen dari target 97 persen.

Tahun 2014 dari anggaran sebesar Rp72,9 triliun ditargetkan 97 persen akan terserap. Faktanya hingga Triwulan IV (Oktober – Desember), penyerapan APBD DKI sangat rendah, sekitar 30 persen atau senilai Rp21,8 triliun. Plt Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam berbagai kesempatan menyatakan kekecewaannya terhadap penyerapan anggaran dan memprediksi penyerapan APBD 2014 akan mentok maksimal di angka 65 persen. Artinya dari anggaran sebesar Rp72,9 triliun hanya terserap sekitar Rp.47,4 triliun dan menghasilkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) berkisar Rp.25,5 triliun.

Menurut Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) Mohammad Syaiful Jihad, ketidakmampuan Pemprov DKI Jakarta dalam menyerap anggaran merupakan bukti kinerja yang buruk. “Rendahnya penyerapan anggaran merupakan bukti nyata buruknya kinerja mereka. Ini akan berimbas pada pelayanan publik. Banyak program-program yang telah direncanakan untuk melayani dan bersentuhan langsung dengan masyarakat tidak bisa dijalankan,” kata Syaiful di Jakarta, Minggu (26/10/2014).

BACA JUGA  Anggaran Pilkada Depok Membengkak, Dewan Rencanakan Memanggil KPU

Alasan penghematan, tidak terjadi pemborosan atau yang penting uang selamat menjadi argumentasi terhadap rendahnya penyerapan anggaran dan SiLPA tinggi tahun 2014. “Ini alasan retorik dan tidak bertanggung jawab. Harusnya punya rasa malu, mengakui kegagalan dan minta maaf kepada masyarakat karena ketidakmampuan menyerap anggaran. Tidak usah berdalih macam-macam dan mencari alasan aneh-aneh,” lanjut Syaiful.

Salah satu pihak yang dituding menjadi penyebab rendahnya penyerapan adalah tidak maksimalnya (untuk tidak menyebut gagal) pengadaan barang/jasa yang dilakukan Unit Lelang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (ULP) DKI Jakarta melalui Lelang Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Jakarta Public Service (JPS) menawarkan solusi agar kedepan penyerapan anggaran yang rendah tidak terulang kembali. Pertama, ULP hanya melakukan lelang untuk program dengan nilai tertentu. Misal program senilai Rp.500 juta atau Rp.1 miliar ke atas dilakukan oleh ULP, sementara dibawah itu dilakukan oleh SKPD/UKPD masing-masing. Atau kedua, lelang dilaksanakan menurut zonasi, sehingga ULP tidak terpusat di DKI saja tapi dipusatkan di 5 zonasi. Misal SKPD/UKPD yang secara geografis terletak di Jakarta Timur lelangnya dilakukan oleh ULP Timur. Ketiga, ULP segera memberbaiki fasilitas lelang dan meningkatkan kualitas SDM. Kami mencatat setidaknya telah terjadi 6 kali gangguan pada server LPSE yang menghambat pelaksanaan lelang, termasuk tanggal 4-13 Oktober lalu.

BACA JUGA  Indonesia Berpotensi Terlibat dalam Konflik Laut Cina Selatan, DPR Beri Masukan kepada Sutiyoso sebagai Kepala BIN

“Dan terakhir, ULP melakukan percepatan lelang untuk pembangunan fisik (infrastruktur). Hal ini dimungkinkan dalam Perpres no.70/2012 tentang pengadaan Barang/Jasa Pemerintah antara lain pasal 60 (5), pasal 61 (5) dan 73 (1). Dengan melaksanan lelang di bulan Desember 2014 atau Januari 2015, beban pekerjaan tidak menumpuk di akhir tahun seperti kebiasaan selama ini dan akan banyak program yang terserap,” pungkas Syaiful. [BRO]

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles