SuaraJakarta.co, JAKARTA – Selama memimpin DKI, baik saat menjadi wakil dan kini menjadi gubernur, Basuki Tjahaja Purnama – atau yang akrab disapa Ahok – tidak memiliki konsep yang jelas terkait tata kelola transportasi angkutan umum, khususnya armada yang pernah berjaya di era Gubernur Sutiyoso, yaitu Bus Transjakarta.
Dari catatan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), dalam kurun waktu 2011 hingga 2014, terjadi penurunan signifikan 1,26 juta penumpang, yaitu dari 114,8 juta orang menjadi 113,54 juta orang. Total pendapatan dalam kurun waktu 3 tahun tersebut, bahkan berkurang signifikan, yaitu Rp 8 miliar. Tidak sampai situ, jumlah kilometer bus yang beroperasi pun menurun 9 kilometer, dari 45,17 juta kilometer menjadi 36,84 juta kilometer.
Ketua DTKJ, Ellen Tangkudung menjelaskan bahwa masalah utama dalam Transjakarta adalah ketepatan waktu. Hal tersebut, menurutnya, adalah poin utama masyarakat mau berpindah dari kendaraan pribadi menjadi ke transportasi massal.
“Masalahnya sekarang, Transjakarta belum bisa menjamin itu. Makanya masih banyak masyarakat yang belum mau beralih ke transportasi umum. Mereka menilai belum ada transportasi umum yang dapat menjamin ketepatan waktu dan kenyamanan di jalan,” katanya sebagaimana dikutip dari harian Media Indonesia, Jumat (12/6).
Dirinya juga menilai bahwa pelayanan bus Transjakarta 4 tahun belakangan juga stagnan, bahkan mengalami penurunan. Hal ini berbeda dari saat kepemimpinan Gubernur Sutiyoso yang dilanjutkan oleh Foke, dari tahun 2004 hingga tahun 2011, lonjakan kenaikan penumpang berkisar dari 7% hingga 141%. Pasca itu, tren pengguna Transjakarta kian menurun.
“Harusnya, layanan transportasi umum semakin ke depan makin ramai digunakan masyarakat, dan bukannya malah makin berkurang. Jika makin banyak masyarakat yang meninggalkan Transjakarta, nasibnya bisa seperti PPD, katanya, senin (8/6).
Di sisi lain, sekretaris DTKJ, David Tjahjana, menilai bahwa sistem e-ticketing yang diluncurkan PT Transjakarta merupakan faktor dari turunnya pelayanan. Hal itu dikarenakan, kebijakan tersebut memberatkan penumpang musiman.
“Harga e-ticket Rp 40 ribu. Padahal, mereka (penumpang musiman) hanya pakai satu atau dua kali. Semetara, jika pakai kartu single trip, biaya yang dibebankan hanya Rp. 3.500.
Klasifikasi penumpang musiman, menurutnya, paling banyak datang saat musim liburan dan Idul Fithri.