Penumpang di Bandung dan Malang Ingin Bebas Pilih Transportasi

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Persaingan antara moda transportasi konvensional dan online saat ini sedang  memanas di beberapa daerah. Kasus supir angkot di Jakarta yang sengaja menabrak driver transportasi online kini masih ramai dibicarakan. Di daerah lain seperti Bandung dan Malang pun gejolak antara transportasi online dan konvensional juga terjadi. Untuk memprotes transportasi online, supir angkot dan taksi memilih mogok dan berunjuk rasa.

Setelah aksi unjuk rasa dari pelaku transportasi konvensional, Pemerintah Bandung mengumumkan kesepakatan yang berisi rencana tindak lanjut tuntutan pembatalan aturan yang menjadi payung hukum transportasi online.

Melalui petisi online di Change.org, ribuan warga Bandung dan Malang yang menjadi konsumen transportasi online pun memprotes pemerintah daerahnya karena dianggap tidak memperhatikan kebutuhan warga akan transportasi yang aman dan nyaman.

Petisi change.org/transportasionlinemalang hingga kini (13/3) sudah didukung 9.870 orang, sedangkan petisi change.org/transportasionlinebandung sudah didukung 10.800 orang. Kedua petisi tersebut secara garis besar mengatakan bahwa warga memiliki hak untuk memilih moda transportasi yang paling baik untuk mereka. Transportasi konvensional yang selama ini ada dinilai tidak cukup baik dari segi pelayanan dan keamanannya.

 

“Sebagai catatan, saya lahir di malang tahun 1992, sejak saya TK sampai sekarang 2017 transportasi umum yang masih bertahan adalah “Angkot warna Biru” bahkan mungkin jauh sebelum saya lahir moda transportasi itu sudah ada, selebihnya adalah taksi konvensional. Apakah itu sudah cukup untuk kota malang dan sekitarnya? Untuk 10 tahun kebelakang mungkin iya, tapi untuk malang raya sekarang dengan segala problematikanya? Jelas tidak, penumpang pasti butuh transportasi yang nyaman – aman – dan mudah di dapat tanpa harus oper-oper angkot beberapa kali hanya untuk satu tujuan saja,” kata Tama yang memulai petisi change.org/transportasionlinemalang.

Tama menambahkan, untuk saat ini transportasi online bisa jadi solusi. Namun ia berharap ke depannya pemerintah Malang dapat menyediakan transportasi masal yang nyaman dan aman.

“Tentunya tidak menggantungkan pada angkot yang mohon maaf kondisinya sudah sama sekali tidak nyaman untuk digunakan, belum lagi kondisi kendaraan (saya berkali-kali menjumpai angkot dgn kondisi lampu utama malam hari tidak nyala, kaca belakang mobil tidak ada dan diganti lembaran plastik, belum lagi harus menunggu lama karena ngetem.”

Tama berpesan kepada pihak-pihak yang merasa tersaingi dengan adanya transportasi berbasis online agar dapat membenahi kenyamanan dan kondisi kendaraan, serta keramahan pengemudi. Ia menilai bahwa semua masyarakat umum berhak memilih moda transportasi apapun.

Lain halnya dengan pembuat petisi change.org/transportasionlinebandung yang merasa miris dengan aksi kekerasan yang terjadi saat aksi unjuk rasa yang diadakan aliansi angkot dan taksi, serta intimidasi di stasiun, bandara, dan terminal.

“Bandara Internasional dan Stasiun Bandung yang seharusnya menyambut pendatang dengan ramah justru terkenal akan monopoli taksi “resmi” nya yang menetapkan tarif tinggi dan setengah memaksa penumpang. Tidak sampai situ, kini taksi juga melarang transportasi alternative untuk menjemput penumpang dari bandara dan stasiun. Sangat tidak nyaman untuk warga dan pengunjung Bandung. Menodai citra kota pada kesan pertama tiba di Bandung,” kata pembuat petisi yang mengatasnamakan Warga Bandung.

Ia mengatakan bahwa pengusaha transportasi konvensional seharusnya bergabung dengan taksi online jika masih belum bisa memperbaiki layanannya.

“Bersinergi atau berkompetisi secara sehat kiranya lebih ksatria. Dengan demo mogok angkutan, pelarangan dan boikot transportasi ataupun aksi-aksi kekerasan, hanya akan membuat warga dan tamu Bandung semakin apatis menggunakan transportasi umum lokal dan tentunya akan lebih memilih transportasi pintar yang memberikan pelayanan lebih baik.”

Ia juga mengaku kecewa dengan pernyataan Pemerintah Bandung di media bahwa solusi dari gejolak persaingan transportasi ini justru dengan menutup transportasi online yang memberi pelayanan lebih baik.

“Penumpang tidak takut pada intimidasi. Jangan paksakan kami, warga Bandung, sebagai pengguna transportasi untuk hanya menggunakan transportasi yang bertentangan dengan semangat Bandung Kota Kreatif.”

Salah satu pendukung petisi, Annyta Sumarya mengatakan, “saya menandatangani ini karena saya sangat sepakat. Masyarakat seharusnya bebas memutuskan akan berkendara menggunakan apa saja. dan pihak lain harus terima jika tidak menggunakan jasa mereka.”

 

Related Articles

Latest Articles