Pengangkatan Wiranto Menjadi Menko Polhukam Menunjukan Penghinaan Terhadap HAM

Keputusan Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk menempatkan Jenderal Wiranto sebagai pejabat negara untuk urusan keamanan, pertahanan, hukum, dan politik terkuat di Indonesia dalam hitungan hanya sehari setelah pemerintah mengumumkan rencana eksekusi mati 14 terpidana menunjukan penghinaan terhadap hak asasi manusia (HAM), menurut Amnesty International hari ini.

“Ini semakin memperburuk keadaan. Sehari setelah memerintahkan gelombang baru eksekusi mati, Presiden Jokowi sekarang telah memutuskan untuk memberikan kuasa institusi negara urusan politik, hukum, dan keamanan kepada seseorang yang didakwa melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh sebuah pengadilan yang disponsori oleh PBB,” menurut Josef Benedict, Wakil Direktur Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik.

Pada 27 Juli 2016, Jenderal Wiranto diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Jenderal Wiranto juga secara publik disebut sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM serius di Timor-Timur oleh sebuah tim penyelidik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang dibentuk pada 1999, tetapi tidak pernah diadili di Indonesia.

Komnas HAM menyimpulkan – berdasarkan investigasi mereka – bahwa Jenderal Wiranto mengetahui adanya pelanggaran HAM yang “meluas dan terorganisir” pada 1999, di seputar referendum Timor-Timur. Komnas HAM juga menyimpulkan bahwa Jenderal Wiranto memiliki tanggung jawab tertinggi atas terjadinya masalah keamanan setelah pengumuman hasil referendum.

Sebagai pemangku pemerintahan penting di bidang politik, hukum, dan keamanan, institusi yang dipegang Jenderal Wiranto mengkoordinasi banyak kementerian dan institusi negara lainnya, termasuk Kejaksaan Agung yang seharusnya sudah memerintahkan penyidikan pidana dan penuntutan berdasarkan temuan-temuan Komnas HAM.

Related Articles

Latest Articles