Pengamat: Intelijen Asing dan Tokoh Masa Lalu, Aktor Intelektual Insiden Tolikara

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Konflik sosial yang terjadi di Tolikara, Papua, dinilai tidak sekadar disebabkan karena persoalan agama semata. Melainkan, hal itu juga dinilai terjadi hasil dari intelijen tingkat tinggi yang dimotori oleh aktor intelektual yang ada di Jakarta

Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Direktur Eksekutif Pusaka Trisakti, Fahmi Habsyi, sebagaimana dikutip dari laman inilah.com, minggu (19/7)

“Kehidupan beragama di bumi Cenderawasih selama ini sangat baik. Ini murni operasi intelijen tingkat tinggi. Masyarakat Papua ini sangat santun dan toleran soal beragama dan merasakan kebijakan dan hati Pak Jokowi yang fokus pada keberpihakan pada kesejahteraan masyarakat papua,” ujar Fahmi Habsyi

Indikasi adanya operasi intelijen tingkat tinggi lanjut dia terlihat dari rangkaian peristiwa beberapa aksi sepihak yang menuntut referendum Papua di Jakarta.

“Jadi dua minggu lalu saya sudah dapat informasi akan ada eskalasi meningkat di Papua. Tanda-tandanya nampak tapi informasi dan letupan kecil tersebut tidak segera diantisipasi pihak intelijen kita dan aparat keamanan,” ungkap Fahmi.

Fahmi mengingatkan, bahwa situasi di Papua tidak bisa dilihat berdiri sendiri dari satu insiden satu dengan apa yang digerakkan di Jakarta.

“Kita harus gunakan pendekatan ‘helicopter view’, jangan simptomian per kejadian. Nanti terlihat otaknya siapa yang mendanai, memprovokasi dan menggerakkan. Operasi intelijen ini seperti tukang bakarnya tidak terlihat, tapi asap dan bau nya terasa.

“Yang harus dijadikan analisa pertama dalam melihat setiap insiden di Papua, adakah pihak-pihak yang terganggu kepentingannya dengan kebijakan Jokowi di Papua saat ini? Siapa yang paling khawatir Papua lebih baik dan lebih maju? Setelah itu, petakan,” ujarnya.

Namun, Fahmi menyayangkan, sikap aparat keamanan dan intelijen yang seharusnya memantau gerak pihak-pihak tersebut, bukan sibuk mengawasi masyarakat Papua. Jika sudah seperti ini masyarakat Papua yang muslim dan non-muslim yang jadi korban.

“Ini melibatkan intelijen asing dan seorang tokoh intelijen pada masa lalu. Otaknya di Jakarta. Tapi apakah ada buktinya? Yach susah untuk ditunjuk aktor intelektualnya. Cukup Jokowi kasih “pesan politik” yang jelas dan tegas kepada yang coba bermain di Papua bahwa Presiden mengetahui dan akan gebuk balik,” ujarnya.

Fahmi menyarankan aparat keamanan perlakukan rakyat Papua dengan lembut dan persuasif dalam merespon baik pelaku maupun korban insiden.

“Pendapat saya tidak usah dibentuk Tim Mediasi atau Tim Dialog macam-macam seperti disampaikan Yenis Lagoya itu, karena masalahnya bukan masyarakat Papua tapi kekuatan lain lebih dari itu yang bermain. Lingkaran Istana Presiden nampaknya tidak memberikan informasi utuh pada pak Jokowi,” tegas Fahmi.

Sebelumnya, anggota legislatif dari Fraksi PKS, Sukamta, menjelaskan bahwa ada beberapa kebijakan pemerintahan Jokowi yang turut memengaruhi dinamika politik di Papua, seperti, polemik Rancangan Undang-Undang Otsus Plus, kebijakan pelonggaran izin terhadap pers asing masuk ke Papua, termasuk kebijakan pemberian Grasi kepada tahanan-tahanan OPM.

“Sedikit banyak hal-hal tersebut memengaruhi dinamika politik di Papua,” ujar Sukamta yang duduk di Komisi I tersebut pada minggu (19/7)

Related Articles

Latest Articles