Menteri LHK: Data tentang Kualitas Udara Buruk di DKI, Tidak Benar!

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Greenpeace Indonesia menyoroti persoalan kualitas udara di Jakarta jelang penyelenggaraan Asian Games 2018.

Menurutnya, berdasarkan indeks kualitas udara dunia, Indonesia menempati posisi teratas dengan kualitas udara terburuk.

Data tersebut diperoleh dari data real time Air Visual, di mana Indonesia menempati posisi teratas dengan angka 183. Angka tersebut sedikit melebihi Krasnoyarsk, Rusia yaitu 181 dan Lahore, Pakistan 157. Data terbaru pukul 18.09 WIB menunjukkan tingkat mikro partikel tertinggi ada di Krasnoyarsk, Rusia (155), Jakarta, Indonesia (127), dan Dubai, UEA (122).

Melihat itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya bereaksi keras. Menurut Politisi Nasdem itu, apa yang disampaikan Greenpeace Indonesia tidak benar.

“Menurut saya datanya tidak betul,” kata Siti di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (27/7/2018).

Siti lantas mempertanyakan metode serta alat yang digunakan Greenpeace Indonesia untuk mengukur kualitas udara Jakarta.

“Kalau mengukurnya pakai metode tenteng sambil duduk di atas motor sedangkan motornya ada knalpotnya yah begitu,” ucapnya.

Siti menjelaskan, sepanjang 2017 kualitas udara di Jakarta cukup buruk paling lama 14 hari. Tidak pernah sampai 20 hari. Itu jika diamati di seputaran Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Jika kemudian ada pihak yang menyebut udara di Jakarta saat ini sangat buruk dan harus diwaspadai, menurut Siti tidak masuk akal.

“Menurut saya itu agak aneh karena musti lihat dia pakai metode apa mengukurnya,” ujar dia.

Siti mengatakan, sudah berkali-kali dirinya meminta kepada pejabat yang berwenang di Kementerian LHK untuk memanggil Greenpeace Indonesia, agar memberikan penjelasan lebih detail mengenai temuan serta metode yang digunakan untuk mengukur kualitas udara di Jakarta.

Related Articles

Latest Articles