KA KAMMI Beberkan Strategi Penanganan Korban Gempa Lombok Untuk Seluruh Elemen Yang Terlibat

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Gempa kedua di Lombok membuat Indonesia menangis. Untuk itu, Tim Relawan Keluarga Alumni KAMMI memutuskan berangkat ke Lombok untuk membantu korban pada hari ini (Senin, 6/8/2018).

Kabid Sosmas KA KAMMI, Amin Sudarsono mengatakan, Rapat Pimpinan Nasional yang dipimpin oleh Presiden KA KAMMI Fahri Hamzah meluncurkan program penggalanan dana #KoinUntukLombok #KitaBantuLombok. Selain itu, Tim Relawan juga rencananya akan melakukan distribusi bantuan ke berbagai titik terparah gempa.

Pada gempa pertama, Fahri Hamzah dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua DPR RI Bidang Kokesra juga telah turun ke Lombok pada Rabu (1/8/2018).

“Selain menyalurkan bantuan dari beberapa anggota dan pimpinan DPR, Fahri juga mengunjungi beberap titik gempa, seperti di Desa Obel-Obel dan Madayin. Kemudian dilanjutkan dengan pengiriman relawan Fahr1voice dan KA KAMMI NTB, yang melakukan pendistribusian dua truk bantuan susu dan kebutuhan lainnya; Bayan, Sembalun dan Sambalie,” papar Amin kepada SuaraJakarta.co.

Selain itu, Amin menjelaskan bahwa hasil dari diskusi dalam rapat dengan tim yang sudah turun ke lapangan, setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seluruh lembaga dan organisasi yang terlibat dalam kerja besar penanganan bencana gempa di Lombok.

Pertama, evakuasi korban bencana dari daerah yang rawan, menuju ke daerah yang lebih aman dan dekat dengan pusat penanganan.

“Evakuasi ini meliputi beberap hal; mulai evakuasi penduduk yang terluka di titik terparah gempa untuk kemudian ditangani oleh tim terpadu, hingga evakuasi di pulau-pulau wisata kecil (Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Menu), untuk dibawa sesegera mungkin ke Pulau Lombok. Untuk selanjutnya diatur jalur keluar NTB baik melalui Bandara maupun Pelabuhan, atau ditempatkan di tenda pengungsian yang aman dari gempa,” ujar Amin.

Kedua, melakukan pembagian kerja penanganan korban gempa berbasis dusun. “Hasil evaluasi penanganan korban gempa pertama, kita mendapati beberapa hal. Pertama, konsentrasi relawan kebanyakan berpusat di Sembalun. Dari tiga kecamatan terdampak gempa yang parah, kebanyakan pengorganisasian relawan dan pendistribusian bantuan hanya berpusat di satu pusat lokasi. Belum menyebar secara teratur dan merata,” tambah Amin.

Dalam proses pendistribusian bantuan, Amin mengatakan, data akurat korban belum dibuat dalam bentuk database yang rapi. Pembuatan database yang rapi berbasis dusun yang mencakup nama korban, dampak dari gempa baik korban manusia dan bangunan, bantuan yang dibutuhkan baik bantuan harian (makanan dan sebagainya) dan fisik maupun psikologis korban, belum dibuat. Dampaknya, distribusi bantuan dan penanganan korban belum terintegrasi dengan berbagai pihak dan belum menyelesaikan problem mendesak korban gempa.

Ketiga, sinergisitas kerja antar organisasi relawan dan badan penanganan gempa yang belum tercipta. “Bencana gempa Lombok adalah bencana gempa terparah dalam beberapa tahun ini. Setidaknya ratusan rumah terdampak gempa, mulai dari retak hingga rata dengan tanah. Puluhan ribu orang kehilangan rumah dan hidup di tenda pengungsian. Fasilitas publik lumpuh sebagian di dua pertiga Pulau Lombok. Pergerakan ekonomi berhenti. Jika berkaca pada gempa Yogya dan tsunami Aceh, maka diperlukan waktu setidaknya 4 sampai 5 tahun untuk melakukan recovery,” kata Amin.

Terkahir, Amin menyampaikan perlu kerja ekstra dan kerja raksasa yang terpadu dari seluruh pihak. Baik itu dari militer, pemerintah daerah, badan penanggulangan bencana, organisasi relawan dan unsur masyarakat yang terlibat.

“Diperlukan kepemimpinan kerja yang kuat dan kerja yang koordinatif sehingga menghasilkan hasil kerja, sesuai dengan target kerja penanggulangan bencana gempa,” katanya. [***]

Related Articles

Latest Articles