Ini Tiga Mega Kasus Korupsi yang Menjerat Ahok

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Klaim sebagai gubernur bersih yang senantiasa memperjuangkan uang rakyat dari para begal APBD, tampaknya mulai terbongkar kebohongannya. Hal itulah yang dialami Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama “Ahok” yang di penghujung kepemimpinannya, memiliki catatan kelam atas kasus korupsi.

Dikutip dari Harian Suara Islam Edisi 212, setidaknya, ditemukan ada tiga kasus besar yang merintangi Ahok pada Pilkada DKI 2017 karena kasus korupsi. Pertama, Kasus Transjakarta Busway. Pengadaan Bus Transjakarta senilai Rp 1,2 triliun terbukti merugikan negara ratusan miliar rupiah. Busway yang belum sebulan didatangkan dari Cina berkarat dan rusak sehingga tidak bisa digunakan.

Atas kasus ini, kejaksaan telah menetapkan dua orang PNS DKI sebagai tersangka. Tetapi, anehnya, tidak pernah berusaha menyentuh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI sebagai pelaksana anggaran.

Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Ucok Sky Khadafi menilai kasus korupsi yang nilainya lebih dari Rp 1 triliun itu tidak mungkin hanya dilakukan pejabat Eselon III. Pihak agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan makelar proyek yang sebelumnya mengaku sebagai tim sukses Jokowi harus diperiksa pula. Bahkan, Ucok menyebut dua PNS tersebut hanya sebagai kambing hitam saja agar Ahok tidak dapat ditersangkakan.

BACA JUGA  Sudah motor dibatasi, monorel pun kini dibatalkan

“Bukan mereka yang mendesain korupsi, malah Cuma jadi kambing hitam saja. Kalau kejagung hanya menetapkan mereka berdua sebagai tersangka, seolah-olah Kejagung bermain mata dan melepas kasus itu,” kata Ucok.

Kedua, Kasus UPS. Polri memperkirakan kerugian negara akibat kasus korupsi pengadaan UPS tersebut mencapai Rp 50 miliar. Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan dua orang pejabat kepala dinas dan satu orang perusahaan rekanan sebagai tersangka . Ahok telah dipanggil sebagai saksi dan telah mengakui ikut tanda tangan APBD-P 2014 dimana dalam anggaran tersebut terdapat dokumen pengadaan pembelian UPS.

Ketiga, Kasus Tanah Sumber Waras. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun anggaran 2014, BPK menemukan adanya indikasi kerugian negara sebesar RP 191,33 miliar karena kasus jual beli tanah yang diproyeksi menjadi lahan Rumah Sakit Khusus Jantung dan Kanker tersebut.

BACA JUGA  Polisi Dicecar Hakim dan Jaksa dalam Sidang Kasus Penodaan Agama

Pemprov DKI memberli tanah tersebut seharga RP 20,75 juta per meter atau Rp 755,69 miliar secara tunai. Harga Rp 20,75 juta per meter tersebut adalah NJOP tanah bagian depan areal RS Sumber Waras yang berbatasan dengan Jl. Kyai Tapa. Sementara NJOP tanah bagian belakang areal RS yang berbatasan dengan Jl. Tomang Utara hanya RP 7,44 juta.

Sementara itu, Pemprov DKI membeli 3,64 ha tanah itu Rp 755,69 miliar tanpa menawar dan mengecek, sesuai dengan besaran penawaran dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW). Penawaran disampaikan 7 Juli 2014, dan direspons langsung oleh Ahok yang saat itu menjabat Plt Gubernur DKI pada 8 Juli 2014 dengan mendisposisikannya ke Kepala Bappeda untuk dianggarkan dalam APBD-P DKI 2014.

Namun demikian, sejauh ini pun KPK belum berani untuk menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Diduga kuat, salah seorang Komisioner KPK menjaga penuh agar Ahok tidak menjadi tersangka.

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles