Blokir Situs Media Islam, Pemerintah Dinilai Langgar UU Pers

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Penutupan situs-situs Islam secara sepihak, dinilai telah mencederai prinsip-prinsip Jurnalisme yang dilindungi kebebasannya oleh undang-undang, yaitu UU Pers No. 40/1999, dan UUD 1945 Pasal 28 tentang Kebebasan Berpendapat.

Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Media UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra, yang menilai bahwa penutupan situs Islam itu mencederai prinsip demokrasi, kebebasan pers dan kebebasan memperoleh informasi.

“Dalam kasus pemberitaan terorisme, media mainstream selalu beritakan peristiwa dari perspektif penyelenggara negara. Sementara situs Islam ini biasanya menyajikan berita dari perspektif korban. Hal ini sebenarnya bagus untuk keseimbangan informasi,”, tuturnya sebagaimana dikutip dari Republika Online, Selasa, (31/3).

Dirinya pun mempertanyakan wewenang BNPT yang cenderung klaim sepihak untuk menilai sebuah ajaran radikal.

“Kalau dinilai isinya menyebar ajaran radikalisme, siapa pihak yang paling berwenang menilai sebuah ajaran itu radikal? Saya pikir BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) bukan lembaga yang berwenang menilai sebuah ajaran itu radikal atau tidak,” ujar pengamat media UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra, Selasa (31/3).

Ia pun mempertanyakan apakah pemerintah sudah lakukan analisis isi media yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, sehingga kemudian menyimpulkan situs tersebut menebar paham radikal.

Iswandi juga mengingatkan pemerintah agar tidak berlaku represif kepada media. Menurutnya, banyak jalur hukum yang prosedural melalui Dewan Pers secara fair.

“Jika pemerintah keberatan dengan pemberitaan situs tersebut, bisa menempuh jalur mediasi melalui Dewan Pers atau ajukan gugatan hukum. Penutup secara sepihak menunjukkan pemerintah telah bersikap semena-mena. Sebab kebebasan pers dilindungi oleh UU Pers sebagai hak asasi. Pers tidak boleh dibredel”, tambahnya.

Dirinya menduga bahwa di balik blokir situs ini terdapat kepentingan lain yang ditutupi, bahkan ada intervensi asking yang mencampuri urusan dalam negeri.

“Bisa saja kebijakan ini untuk mengalihkan isu dari sejumlah kebijakan lain yang lebih strategis. Kan selalu begitu, pemerintah menciptakan isu kontroversial untuk mengamankan kebijakan yang lebih substansial. Atau memang ada kekuatan asing yang sedang mempermainkan Indonesia. Kemarin nama Muhammad dan Ali diblokir di imigrasi bandara, sekarang giliran situs Islam diberangus,” ujar dia.

Related Articles

Latest Articles