Hati-Hati Framing Negatif Soal Kenaikan Pajak di DKI

oleh: Tatak Ujiyati (Anggota TGUPP Bidang Komite Pencegahan Korupsi Pemprov DKI Jakarta)

 

Banyak berita kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) di media dan cuitan medsos menggunakan negatif framing. Yang jika ditelan mentah-mentah akan menyesatkan pembaca. Hati-hati lho ya!

Teman-teman pernah kan croping foto agar nampak bagus? Seperti itulah framing. Fokus pada satu issue yang kita inginkan, gambaran lain dibuang. Media atau penulis, biasa menggunakan framing seperti itu dalam menulis. Membeberkan fakta tapi tak semuanya diungkap. Bisa menyorot sisi positifnya saja, atau hanya negatifnya saja. Maka tulisan sering tidak mencerminkan kebenaran sesungguhnya.

Itulah yang terjadi dengan berita kenaikan PBB di DKI ini. Banyak yang menggunakan negatif framing tanpa mengungkap gambaran keseluruhan. Ada beberapa obyek pajak yang naik 100% dan dianggap menggambarkan keseluruhan kenaikan PBB di Jakarta.

Gambaran utuhnya jauh dari gambaran negatif yang digambarkan dalam berita. Begini.

Kenaikan PBB itu tergantung pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). NJOP setiap tahun naik, menyesuaikan dengan harga pasar yang juga terus naik. Kenaikan NJOP itu tak sama di tiap wilayah, ada daerah-daerah strategis yang kenaikannya tinggi — seperti di Jakarta Utara (18.1%). Ada juga yang kenaikannya sangat rendah, misalnya di Kepulauan Seribu (2.7%). Di beberapa area strategis, yang pembangunan tumbuh pesat, NJOP naik drastis maka PBB juga menyesuaikan. Kenaikan di kawasasan industri rata-rata sekitar 20%.

Seiring kenaikan NJOP, PBB juga setiap tahunnya naik. Setiap tahun naik ya. Jadi tak hanya pada 2018 PBB naik.

Dalam periode 5 tahun terakhir kenaikan NJOP paling dramatis terjadi tahun 2013 – 2014 yaitu sebesar 77.26%. Kenaikan paling rendah yaitu tahun 2015 – 2016 sebesar 3,31% saja. Tahun 2017 – 2018 ini kenaikan rata-rata NJOP adalah 14,69 % — bukan 19.54% sebagaimana dikutip beberapa media. Maka kenaikan pajak tahun ini tak jauh beda dari kenaikan tahun lalu yang sebesar 10,44%. Jadi jelas kan, pada jaman pemerintahan lalupun PBB juga naik.

Lantas apakah benar kenaikan PBB ini akan berakibat buruk terhadap kelas menengah ke bawah seperti yang disebarkan? Menurut saya kesimpulan ini gegabah. Di Jakarta, rumah tinggal atau rumah susun yang NJOP-nya di bawah Rp 1 Milyar itu bebas PBB lho. Bahkan untuk warga yang tahun lalu mendapat pembebasan PBB, walau NJOP naik menjadi lebih dari Rp 1 Milyar, tahun ini tetap bebas pajak. Mereka ini warga kelas menengah bawah kan ya.

Tahukah kamu berapa jumlah mereka yang saat ini mendapatkan pembebasan PBB? Jumlahnya 1 juta orang! Iya, jumlah itu separuh dari total 2 juta obyek pajak.

Sudah begitu ada lagi kebijakan pro wong cilik lain. Untuk mereka yang tidak dapat pembebasan PBB, tetap ada solusi jika mereka tak memiliki kemampuan ekonomi. Mereka dapat minta keringanan bayar PBB. Caranya, dengan mengajukan keringanan dalam waktu 3 bulan setelah diterimanya tagihan SPPT di kantor pajak daerah (UPPRD) kecamatan. Minta apa lagi coba.

Clear ya teman-teman, kenaikan PBB di DKI kali ini sebetulnya adalah hal biasa, tidak istimewa. Setiap tahun juga naik kok. Apalagi, kenaikan PBB ini juga hanya ditujukan kepada kelompok masyarakat ekonomi atas. Mereka yang memiliki tanah dan bangunan di wilayah strategis Jakarta. Sudah kaya, masak bayar pajak nggak mau, ya kan.

Kebijakan semacam ini dilakukan Pemerintahan Anies – Sandi justru untuk memastikan pemerataan ekonomi dan tegaknya keadilan. Bayangkan dengan peningkatan pendapatan pajak daerah maka Pemda DKI akan bisa menambah penerimaan KJP plus untuk ratusan ribu anak tak mampu. Memberikan santunan kepada lansia. Memberikan subsidi untuk angkutan umum warga. Memberikan pengurangan retribusi untuk Rusunawa bagi warga tak mampu. Dan merencanakan berbagai program pembangunan lain.

Sudah begitu Gubernur Anies Baswedan itu sangat akomodatif. Mendengarkan aspirasi warga. Jadi ketika kemarin ada seorang warga Jagakarsa mengeluh karena pajak PBB dia naik 100%, Anies memerintahkan BPRD untuk kembali mengevaluasi kenaikan PBB di beberapa wilayah. Ingat ya, tidak semua orang memiliki kasus seperti itu — sebab prosentase kenaikan PBB itu tidak sama di tiap wilayah. Kebetulan jika satu daerah ada pembangunan dan kemudian menjadi wilayah strategis, memang PBB jadi naik tinggi karena NJOP juga naik tinggi. Tapi wilayah lain tidak.

Jadi jelas kan ya, jika kita melihat fakta secara utuh maka kenaikan PBB tahun ini tak perlu membuat resah. Justru pemerintahan Anies – Sandi selalu mengupayakan kebijakan yang adil. Yaitu mendorong agar si kaya mau berbagi lebih banyak kepada mereka yang kurang beruntung.

Semoga ya. Jakarta maju kotanya, bahagia warganya

Related Articles

Latest Articles