Slide pertama di presentasi pengenalan investasi emas saya selalu tentang : EMAS, INVESTASI ATAU PROTEKSI ASET?
Di situ saya tampilkan data harga emas, tepatnya Dinar, dan kenaikan valuenya saat ini, mengambil contoh kasus seorang rekan yang memutuskan menginvestasikan sekitar 1/3 dana pesangon pensiun dininya ke dalam bentuk emas. Waktu itu, November 2008, total dana yang ia investasikan berjumlah Rp 60.000.000 ketika Dinar masih senilai Rp 1.200.000 per kepingnya. Saat ini, jumlah Dinar yang sama telah bernilai Rp 100.000.000
Jika anak pertamanya perlu dana masuk sekolah SD dengan biaya Rp 10.000.000 saat ini dia cukup melepas 5 keping Dinar miliknya. Sisa 45 keping Dinar yang ada bernilai Rp 90.000.000, atau sekitar 30.000.000 lebih besar dari nilai investasinya yang pertama pada tahun 2008.
Luar biasa. Dengan jumlah Dinar yang telah terkurangi, value dalam rupiahnya masih jauh lebih tinggi dibanding 6 tahun lalu.
Selain untuk ‘menggelitik’ juga mengacak-acak cara pandang audiens tentang konsep investasi, slide pertama itu juga bertujuan untuk ‘mendemokratisasi’ jalannya seminar atau pelatihan. Siapapun yang ingin memandang emas sebagai proteksi asset benar adanya. Karena memang jumlah emasnya tak bertambah, hanya value-nya jika dinilai dengan Rp maupun $ melejit tinggi.
Kalau deposito $ yang memberi hasil 5% saja masih sering disebut investasi, mengapa emas tidak? Demikian juga tanah/ lahan menganggur dan juga properti dalam bentuk apartemen yang memberi kenaikan nilai 10%-15% per tahun saja disebut investasi, mengapa emas tidak boleh? Padahal tanahnya juga ‘segitu-gitu’ aja, tak bertambah lebar atau tinggi.
Emas dipandang dari sisi investasi pun silakan saja. Karena jika satuan hitungnya adalah uang kertas, emas memberi return tak kalah besar dari properti.
Emas jadi investasi karena ada uang kertas yang telah membuat emas terus makin mahal. Antara 2010 – 2012, dalam $, emas telah lebih mahal 39%. Dalam Rp, emas ‘hanya’ lebih mahal 28%. Hari ini, emas telah naik 4,20% dalam sepekan dan naik 8,97% dalam sebulan saja. Pendorong maupun penarik harga emas naik-turun bukan hanya faktor fundamental yang mempengaruhi suplai dan permintaannya, melainkan juga kondisi mata uang dunia yang dimotori USD. Sehingga dikenal ungkapan “Gold is The Real Anti-Currency”. Apa yang menimpa mata uang, demikian sebaliknya yang terjadi pada nilai emas.
Demikian juga Dinar, sebutlah ia apapun. Alat tukar belum resmi, alat tukar di pasar temporer, medium transaksi, alat tukar kedua setelah Rupiah, penyimpan asset, pelindung harta dari inflasi, maupun investasi. Semuanya ‘masuk’.
Kisah teman saya diatas tetap valid menjadi referensi. Alokasi dana dalam Dinar emas memberinya benefit, lebih dari berbagai jenis investasi yang ditawarkan padanya.
Selamat berproteksi. Tak nyaman? Saya ingin mengucapkan selamat berinvestasi.
Penulis: @endykurniawan – Trainer, coach dan penulis bidang Bisnis, Investasi dan Keuangan. Pendiri dan pemilik Salama Mitra Investa