SuaraJakarta.co, JAKARTA – WWF dan produsen ban Michelin Group mengumumkan kemitraan untuk mewujudkan pasar karet alam yang berkelanjutan secara global. WWF akan bekerja dengan Michelin Group untuk menghentikan deforestasi melalui sebuah proyek perintis di beberapa wilayah lanskap konservasi prioritas.
Sebagai bagian dari kerjasama ini, Michelin didukung WWF akan menerapkan pengelolaan karet alam yang berkelanjutan dan secara bertahap mengubah praktek pasokan produksinya sesuai kaidah-kaidah kelestarian. Untuk mendorong perubahan dalam setiap rantai produksi karet alam ini, Michelin berkomitmen untuk mendukung praktek perdagangan yang lebih baik diantara perantara, pembeli dan produsen. Selanjutnya nanti, melalui kemitraan ini, WWF dan Michelin juga akan mempromosikan pengalaman praktek berdasar prinsip kelestarian ini di sektor industri karet untuk mentransformasi pasar karet alam.
Tahun 2013, Indonesia menjadi penyedia seperempat pasokan karet alam dunia namun dengan produktivitas per hektar yang terendah dibandingkan dengan negara-negara lain dikarenakan kurang maksimalnya praktek penanaman yang baik. Data GAPKINDO menunjukkan produksi Indonesia 880 – 1000 kg/ha lebih rendah dibandingkan Malaysia dan Thailand yang bisa mencapai 1500 kg/ha. Karena itu kerjasama ini juga ditujukan untuk meningkatkan produktivitas melalui pendekatan intensifikasi sehingga mengurangi tekanan terhadap kebutuhan perluasan lahan perkebunan.
Khususnya di Indonesia, Michelin dan WWF akan bekerjasama untuk melindungi hutan melalui program zero deforestation sebagai tambahan pada program perlindungan dan restorasi hutan yang sudah berjalan saat ini bersama dengan mitra joint ventures Michelin dari Grup Barito Pacific di Sumatera dan Kalimantan.
Proyek perintis WWF dan Michelin akan mencakup wilayah konsesi kurang lebih seluas 88.000 hektar dan difokuskan pada penerapan praktek bertanggung jawab berupa perlindungan hutan alam dengan nilai konservasi tinggi (HCV), hutan alam dengan nilai karbon tinggi(HCS) dan penerapan prinsip persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) guna melindungi bentang alam dan hak-hak masyarakat adat dan lokal. Program ini juga dirancang untuk sekaligus melakukan perlindungan spesies seperti harimau, orang utan dan gajah, yang habitatnya terancam karena eksploitasi besar-besaran di wilayah tersebut.