Suarajakarta.co, JAKARTA – Sebagai bagian dari elemen penting dari perubahan sosial suatu bangsa, serikat buruh menjadi motor dari gerakan sosial. Oleh karena itu, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) meminta Presiden Jokowi untuk serius memikirkan kesejahteraan buruh di Indonesia
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KSPSI, Moh. Jumhur Hidayat, yang tetap menaruh kepercayaan terhadap Jokowi meskipun banyak kebijakan yang merugikan kaum buruh selama 6 (enam) bulan ini.
“Kita masih percaya Presiden walau harga-harga semakin mahal. Kita masih percaya Presiden walau kebijakan-kebijakan pemerintahnya mengerdilkan gerakan buruh,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari laman inilah.com, Jumat (1/5/2015).
Dia menyebutkan beberapa contoh seperti kebijakan Menteri Tenaga Kerja yang hanya memperbolehkan serikat pekerja di tingkat perusahaan saja dan melarang pendampingan dari federasi serikat pekerja yang menjadi induknya untuk berunding dengan pengusaha dalam perumuskan Perjanjian Kerja Bersama.
Menurut Jumhur, kebijakan tersebut jelas merugikan buruh. Tanpa pendampingan dari induk organisasinya seringkali buruh ‘diakali’ oleh pengusaha dalam membuat perjanjian.
Namun demikian, kepercayaan buruh terhadap Jokowi bisa saja berbalik arah jika pemerintahannya masih tidak fokus, jelas, dan berpihak kepada buruh
“Kita dalam 6 bulan ini masih percaya pada Presiden namun bisa saja berbalik setelah ini bila kebijakan-kebijakan pemerintah masih tidak fokus dan jelas. Yang pasti kaum buruh adalah barisan pelopor, di mana di seluruh dunia, perubahan sosial bisa terjadi bila dipelopori oleh kaum buruh sementara kaum lainnya akan mengikut dalam gerakan sosial itu,” kata mantan Kepala Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia tersebut
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Transportasi Indonesia Yusuf Rizal menambahkan, kebijakan para menteri Jokowi banyak yang merugikan rakyat. Karena itu Jokowi harus segera mengganti para menterinya.
“Kalau Menaker terus menerus tidak bisa bekerja, ganti saja Menakernya. Demikian juga saat ini ada peraturan Menhub yang merugikan tenaga kerja di pelabuhan yaitu Permenhub N0. 60 ntahu 2014, maka ganti segera Menhubnya,” tambahnya.