DPR Dorong BI Melindungi Usaha Penyediaan Rumah Rakyat

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Mulai Senin ini (30/9) Bank Indonesia melalui Surat Edaran Ekstern Nomor 15/40/DKMP Perihal Penerapan Manajemen Resiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau  Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.

Bank Indonesia (BI) melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan Loan To Value (LTV)/Financing To Value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan perbankan. Penyempurnaan ketentuan LTV/FTV dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan kredit ke sektor properti, khususnya kredit untuk rumah tapak dan rumah susun (flat dan apartemen) pasca penerapan ketentuan LTV/FTV pada pertengahan 2012.

Tingginya pertumbuhan sektor properti juga mempengaruhi perilaku debitur dalam memanfaatkan kredit/pembiayaan dari bank. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi yang menunjukkan penggunaan kredit konsumsi lainnya untuk pembelian properti atau sebagai tambahan uang muka pembelian properti.

Dalam aturan itu disebutkan, kredit rumah pertama tipe 70 meter ke atas akan dikenakan LTV maksimal 70 persen, rumah kedua 60 persen, rumah ketiga dan seterusnya 50 persen. Ketentuan serupa juga berlaku untuk Kredit Pemilikan Rumah Susun (KPRS) tipe 70 meter persegi ke atas.

Sedangkan kredit rumah pertama tipe 70 meter per segi ke atas di perbankan syariah dikenakan FTV maksimal 80 persen, rumah kedua 70 persen, rumah ketiga dan selebihnya 60 persen. Ini berlaku juga untuk KPRS tipe 70 meter persegi ke atas.

Untuk Kredit rumah pertama tipe 22-70 meter persegi tidak dikenakan LTV, rumah kedua dikenakan LTV 70 persen, rumah ketiga dan selebihnya 60 persen. Sedangkan untuk kredit rumah susun pertama dikenakan LTV 80 persen, rumah susun kedua 70 persen, rumah susun ketiga dan selebihnya 60 persen.

Menanggapi hal itu anggota DPR RI Komisi V Mahfudz Abdurrahman mengharapkan adanya sosialisasi dari pihak Bank Indonesia guna menghidari salah tafsir penentuan uang muka bagi konsumen pertama, dan menghindari kegelisahan di kalangan pangusaha properti.

Related Articles

Latest Articles