Dalam Investasi, yang Paling Penting Niat & Disiplin

Di antara banyak alasan pasangan atau keluarga tidak melakukan pengelolaan keuangan keluarga dengan serius, cermat dan terencana adalah alasan “skill”. Ilmu pengelolaan keuangan dinilai rumit, perlu bimbingan bahkan sekolah khusus. Padahal tidak sulit. Jauh lebih penting niat, kesungguhan dan disiplin.

Perencana keuangan membagi 2,5%-­10% alokasi pendapatan untuk dana sosial, donasi, zakat, dan sedekah. Kemudian maksimal 30% dari pendapatan untuk utang, syukur-syukur utang produktif. Kemudian minimal 20% dari pendapatan untuk investasi, termasuk juga tabungan dan asuransi. Selebihnya, itulah yang dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari.

Sederhana, membagi angka-angka. Lalu kalau tidak rumit, mengapa persoalan ekonomi rumah tangga kerap terjadi ?

Krisis keuangan dalam rumah tangga dampaknya berjenjang, mulai dari konflik ringan, pertengkaran hingga perceraian. Mulai dari defisit anggaran rumah tangga, terkikisnya aset, hingga jatuh bangkrut. Pada banyak penelitian dan berbagai tulisan, kondisi ekonomi rumah tangga yang berantakan selalu berada di posisi ke-3 besar pemicu kasus perceraian. Banyak kejadian konflik di rumah tangga, seperti apa pun tampaknya, seheboh apa pun pertengkarannya, pecah belah yang beterbangan ketika ribut suami-istri, sebetulnya sebagian besarnya UUD, ujung-ujungnya duit. Problem ekonomi dengan segala wujudnya.

Tidak bisa dipungkiri, pemenuhan kebutuhan dasar dengan layak, keadaan ekonomi yang stabil, kondisi keuangan yang mencukupi sebagian besar kebutuhan rumah tangga, adalah salah satu sebab nyamannya kehidupan. Tapi benarkah skill pengelolaan keuangan rumah tangga yang jadi sebab? Ternyata tidak seluruhnya. Seperti disebut di atas, penyebab terkait skill hanya berperan kecil. Selebihnya adalah tentang sesuatu yang jauh lebih mendasar, yakni mengenai kesatuan visi berumah tangga. Tentang haluan, keluarga hendak dibawa kemana. Ketidakjelasan arah menyebabkan langkah tersalah-salah.

Kesepakatan tentang visi ini relevan di segala tahapan dan kondisi pernikahan: bagi yang baru saja ta’aruf dan mulai melukis sketsa masa depan mahligai pernikahan, bagi pasangan muda yang baru saja menikah dan tinggal di kontrakan, bagi pasangan yang telah cukup lama menikah dan perlu menata ulang ekonomi rumah tangganya, bagi pasangan yang baru saja menjalani bersama masa pensiun setelah purna dari tugasnya.

Satunya visi ini yang akan menjadi guidance keputusan keuangan rumah tangga. Kesatuan pandangan kemana cita-cita keluarga menuju akan memberikan koridor-koridor bersikap, apa yang harus dipilih, mana yang harus dihindari. Bahkan dengan satu pandangan yang sama, pengeluaran yang besar bisa jadi pangkal bahagia, sementara simpanan harta yang sia-sia bisa jadi sebab perasaan tersiksa. Suka-duka tetap bahagia adalah buah dari kesamaan orientasi seperti ini.

Jangankan dalam konteks rumah tangga yang kompleks, bahkan dalam keputusan investasi individu pun, tujuan adalah hal yang pertama kali harus digali dan dimengerti sebelum melangkah pada tindakan. Itu sebabnya setiap mulai berinvestasi, financial planner selalu bertanya tentang tujuan. Sebabnya, tidak ada satu jenis investasi yang bisa menjawab seluruh rencana dan tujuan.

Sehari-hari, bagaimana kita menakar sebuah pengeluaran, apakah menjadi sesuatu yang konsumtif, atau bernilai investasi? Bagaimana melabelkan sebuah pos pembelanjaan sebagai NEEDS (kebutuhan, yang hampir wajib sifatnya dan bersifat fungsional) ataukah WANTS (keinginan, yang “sunnah” dan bersifat emosional). Meski teorinya terlihat mudah, aktivitas penyamaan persepsinya bisa sangat seru dan berpanjang argumen.

Apakah menyekolahkan anak di sekolah Islam terbaik sebuah NEEDS atau WANTS? Bagaimana dengan menyiapkan kendaraan khusus antar-jemput anak bersekolah? Bagaimana pula dengan ruang khusus baca untuk keluarga berikut koleksi buku-bukunya? Demikian seterusnya hingga keputusan membeli produk keuangan, bank syariah atau bank konvensional, TV LED, komputer, hiasan dinding, hingga sepatu dan sandal untuk anak-anak.

Tanpa visi keluarga yang sama, bagaimana mencari acuannya? Tanpa kesamaan pandangan, keputusan membeli buku gambar bisa jadi pemicu pertengkaran. Apalagi jika sampai harus memutuskan jenis investasi, apakah saham, deposito, emas, reksadana, atau properti.

Penulis: @endykurniawan – Trainer, coach dan penulis bidang Bisnis, Investasi dan Keuangan. Pendiri dan pemilik Salama Mitra Investa, pemegang brand @salma_dinar distributor emas logam mulia nasional | www.salmadinar.com

Related Articles

Latest Articles