Ardy Purnawan Sani : Bersama-sama Warga, Manajemen Cafe Harus Menjaga Ketertiban Umum Agar Tidak Menimbulkan Protes

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Ketua Dewan Kota Jakarta Pusat, Ardy Purnawan Sani angkat bicara terkait protes warga Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat yang mengeluhkan suara bising dari sebuah cafe. Menurutnya, manajemen cafe harus bisa menjaga ketertiban umum dalam menjalankan usahanya yang terletak di tengah-tengah pemukiman warga.

“Manajemen cafe juga harus bisa menjaga ketertiban umum bersama-sama dengan warga sekitar, jangan sampai ada yang terganggu dengan adanya aktifitas usaha itu. Kita kan juga punya regulasi Pergub DKI Jakarta Nomor 221 tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, jadi kita harus sama-sama memahami regulasi tersebut,” kata Ardy Purnawan Sani, di sela-sela kegiatannya di Jakarta Pusat.

Ardy memahami, dengan kondisi pandemi yang berangsur-angsur membaik membuat optimisme pengusaha hiburan dalam menjalankan roda bisnisnya meningkat. Namun, Ardy mengingatkan optimisme itu harus dibarengi dengan memperhatikan kondisi sekitar lokasi tempat usaha.

“Saya tau beberapa tahun lalu para pengusaha kan mengalami penurunan pendapatan yang drastis akibat Covid-19, dan sekarang iklim usaha sudah mulai hidup lagi, kita ikut senang. Tapi kondisi tersebut jangan malah membuat pengusaha lalai akan ketertiban umum, ada masyarakat yang tinggal di sekitar tempat usaha jadi jalankan usahanya dengan memerhatikan lingkungan sekitarnya, “harap Ardy.

Ardy mengajak warga Kampung Bali untuk bersabar dalam menghadapi peristiwa ini dan pihaknya akan berkolaborasi dengan kelurahan setempat mencari solusi atas protes warga ini. Ardy berencana menemui manajemen cafe tersebut.

“Kita akan carikan solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak, bagaimana caranya agar roda ekonomi dapat berjalan tanpa ada warga sekitar yang terganggu, ” tambah Ardy.

Seperti diberitakan sebelumnya, warga Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat mengeluhkan suara bising yang berasal di sebuah cafe. Suara tersebut diduga selalu terdengar setiap malam.

“Itu karena ada cafe di hotel yang ada di wilayah kita, cafe itu artinya memakai live musik kebetulan mereka berada di lantai 11 gedung hotel itu. Berarti kan outdoor ya kalau outdoor itu kan suaranya bisa kemana-mana, kalau saya artinya mereka mencari usaha di wilayah kita, tapi yang satu juga warga kita,” kata Ketua RW 01 Kelurahan Kampung Bali, Olan Rahadian, kepada wartawan, Jum”at (27/5).

Olan mengatakan suara tersebut dinilai mengganggu istirahat warga. Dia menyebut suara bising itu terdengar sampai pukul 00.00 WIB.

“Ya efektifnya sih abis Isya acara live musik itu, hari biasa itu sampai jam 9, hari berikutnya atau malam libur okelah kita toleransi sampai jam 10 masih bisa. Tapi kadang-kadang jam 11-12 masih terdengar, ini pemukiman penduduk kalau makin malem kan makin hening suara itu pasti terdengar walaupun sayup-sayup gimana, artinya istirahat warga kita terganggu gitu,” katanya.

Olan mengatakan pihaknya telah mencoba mendatangi manajemen cafe, namun tidak ada respon. Dia menyebut selain warga RW 10, warga RW 8 dan 9 pun turut mengeluhkan suara tersebut.

“Artinya dengan persuasif datang beberapa kali setiap ada live musik, minta mereka untuk mengecilkan suara karena memang disini ada pemukiman, memang adanya di wilayah RW 10 Kampung Bali, tapi kan  kita masih berdampingan dengan RW 09 RW 08 otomatis suara itu juga mereka terdampak. Cuma karena memang ada di wilayah kita warga dan pengurus RT RW bicara ke kita juga, mereka juga kan agak gak enak kalau mereka yang nyeruduk,” katanya.

Menurutnya, suara bising tersebut telah terjadi selama 5 tahun. Namun, sempat terhenti pada saat pandemi COVID selama dua tahun.

“Saya udah coba dari dia berdiri cafe itu sekitar kurang lebih 5 tahun kepotong pandemi dua tahun, itu kita udah aman alhamdulillah, artinya kegiatan mereka juga gak maksimal pas pandemi okelah. Setelah itu kok ada lagi,” kata Olan.

Olan mengatakan saat awal cafe tersebut berdiri, pihak manajemen menyebutnya restoran, sehingga masyarakat pun memberikan izin. Namun, setelah beberapa bulan restoran tersebut berubah menjadi sebuah cafe.

“Memang awal mereka ada restoran di atas itu awalnya restoran izin ke saya, saya bilang untuk apa? Restoran, oke saya bantu, tapi kok setelah beberapa bulan  ganti menejemen seperti apa ya suara hotel itu kan ada komunitas satpelnya kan kelompok-kelompok yang pegang ini itu, partner kali, mungkin disitu ada perubahan kok jadi cafe,” katanya.[***]

Related Articles

Latest Articles