Payung Bersama Itu Bernama Herd Immunity

Oleh: dr.Sari Kusuma

Ramai media cetak dan sosial media berbicara tentang kejadian luar biasa Difteri di 96 kabupaten dan kota se Indonesia, rasanya penting kita mengetahui mengapa ini bisa terjadi.

Salah satu yang perlu diperkirakan adalah hilangnya kekebalan komunitas, yang dalam bahasa dunia vaksin disebut dengan Herd Immunity.

Untuk memahami Herd Immunity ini, lebih mudah dengan membuatnya ke dalam sebuah analogi: vaksinasi analogikan ke payung.

Analogikan kalau ada sekelompok orang di jalanan sedang demonstrasi. Karena panas, sebagian besar mereka membuka payung. Jika 1000 orang peserta demonstrasi dalam kerumunan rapat dilapangan itu, 950 di antaranya memakai payung. Sedang 50 sisanya..tidak membawa payung, 50 ini menyebar di kerumunan pembawa payung yang berbaris rapat. Maka..50 orang yang tak bawa payung ini pun turut terhindar dari panas matahari, meski tak bawa payung..rejeki? Iya..

Itulah analogi soal Herd Immunity, yaitu sebuah kekebalan komunitas yang terbentuk karena mayoritas individu dalam komunitas itu divaksin.

Namun naasnya..50 orang yang tak bawa payung ini bisa dengan teganya mengklaim: payung itu ga perlu kok buat melawan panas, buktinya saya ga bawa payung tapi ga kena panas matahari?

Dan bukannya berterimakasih pada yang bawa payung: makasih ya, lainkali saya juga bawa payung, biar gantian sedekah anti panasnya. Padahal, ucapan terimakasih ini lebih nyaman didengar.

Dari sini, kita semua harus memberi ucapan terimakasih pada ibu-ibu yang rela memvaksinkan anaknya: anda telah memberi kontribusi pada terbentuknya dg baik herd immunity.

Kuman parasit penyebab penyakit..pada dasarnya butuh makhluk lain untuk tetap hidup dan tetap eksis. Serius? Iya! Eksis itu adalah insting dasar makhluk, termasuk kuman penyakit. Ketika dia tak menemukan individu untuk diinfeksi dan ditinggali utk berkembang biak sebab sebagian besar individu itu telah kebal thd kuman itu setelah divaksin, maka lama-lama kuman pun akan senewen, lalu mati, lalu punah. Ibarat ikan yang tal lagi menemukan air, maka ia akan mati.

Di sekolah anak sulung saya, adalah seorang anak yang menyandang leukemia, Mayomi namanya. Leukemia adalah penyakit kelainan darah, yaitu ketika induk sel darah berkembang begitu saja tidak sesuai khittahnya. Normal, induk sel darah akan berkembang jadi sel darah merah si pengangkut oksigen, keping darah si penghenti darah luka mengucur terus, dan sel darah putih. Sel darah putih normal tidak perlu terlalu banyak, tapi cukup, dan dia akan berkembang menjadi berbagai jenis sel darah: eusinofil, basofil dan lain-lain yang masing-masing punya tugas tersendiri melawan penyakit . Pada penyandang leukemia, sel darah putihnya terlalu banyak, hingga ga sempat bertumbuh baik dan cukup kuat untuk melawan kuman. Bahkan kuman yg telah dilemahkan atau diamputasi bagian-bagiannya sekalipun. Dan vaksin, adalah kuman yang telah diamputasi sebagian besar bagian dirinya, sehingga cukup kuat untuk membangun memori sel darah putih untuk melawan kuman asli, namun tidak terlalu kuat untuk menimbulkan penyakit.

Sehingga, penderita leukemia, sama sekali tak sanggup membentuk kekebalan atas vaksin apapun. Dari mana mereka bisa sehat? Dari mana mereka bisa kebal penyakit?

Dari berbagai obat yang mereka konsumsi..

Dan dari herd immunity yang terbentuk komunitas yang secara konsisten mendukung program vaksinasi…

Karena itu, ketika masih ada orang tua yang galau soal vaksin atau tidak, kita tinggal mengingat Mayomi, anak-anak lain yang menyandang leukemia sejak kecil itu. Yang ketika sedikit saja temannya kena batuk pilek, dia bisa langsung turun kondisi fisiknya. Yang ketika anak lain menderita flu bisa sembuh tiga sampai empat hari dengan perawatan orang tua di rumah, juga tetap sambil sekolah, sedangkan penyandang leukemia harus dirawat di RS hingga beberapa hari. Hanya karena flu!

Jadi..ketika anak anda divaksin, maka anda seperti turut menyumbang ‘payung’ bagi Mayomi. Anda turut membantu Mayomi agar tetap sehat, bersekolah, bercengkerama dengan teman sebaya..dan meraih cita-citanya kelak. Juga agar ia kelak, who knows, bisa melahirkan generasi sholeh, cerdik, cerdas dan sehat pula kelak..

Namun perlu diketahui, menurut sumber dari dinas kesehatan di Depok, dari 4 orang Dari 12 kasus susp difteri di kota depok th 2017, 75% nya status imunisasinya tidak lengkap. Dari 4 orang yang dinyatakan positif difteri: status imunisasinya tidak lengkap hingga sama sekali tidak divaksin. Dan 1 orang korban yang meninggal diketahui tidak pernah diimunisasi.

Let’s be smart!

*Penulis adalah dokter umum, ibu dari 4 anak.

Related Articles

Latest Articles