Hal Kecil yang Terkadang Tak Bisa Diremehkan

Dia pegawai perusahaan, sarjana, ibu dari dua anak. Di kantor perusahaan tempatnya bekerja dulu, apa saja yang berbahan tekstil dia jual: gamis, kaos muslimah, jilbab, baju renang muslimah, kaos partai, mukena, hampir seperti toko berjalan.

Omsetnya sebulan hampir dua kali gaji sebulan  bekerja di kantor perusahaan itu, gaji lumayan tinggi di atas UMR. Dan bisa ditaksir labanya sebagai ‘toko berjalan’ itu minimal 20% dari omsetnya.

Dan suatu saat, dia pun tertarik ikut memasarkan produk perawatan kulit wajah yang ditawarkan rekan kerjanya yang lain, di klinik perusahaan yang sama. Karena distributor kedua, maka dia hanya mendapat untung 5%. Lalu, seorang temannya hanya bisa heran, kagum, dan mulai kepo, dan bertanya: “Kalau kamu ‘cuma’ dapat 5%, jadi 10 ribu Rupiah doang dong untungmu?”, pertanyaan sekaligus digabung dengan satire, sekaligus khawatir, dan dia menyadari kekhawatiran temannya itu. Dia hanya senyum santai menanggapi pertanyaan tersebut.

“Mbak, walaupun cuma 10 ribu, itu juga rizki dari Allah. Halal!”, sanggahnya.

Omset berdagang dia jauh lebih besar daripada itu, sementara suaminya yang juga pegawai perusahaan besar, gajinya lumayan, nyaris delapan digit. Kok masih memikirkan keuntungan hanya sepuluh ribu?

Banyak orang kadang meremehkan jumlah yang sedikit, dan melewatkan peran Allah di dalamnya. Sehingga sering nyaris kufur terhadap yang sedikit itu. Atau nyaris kufur akan sesuatu yang seolah tak berharga, padahal jika ia hilang: pasti terasa galaunya.

Pembantu rumah tangga yang tak begitu cakap menyetrika pakaian misalnya, coba jika ia tiba-tiba tidak masuk barang sehari dua hari: betapa kelimpungannya. Tukang sayur yang datangnya sekali dalam dua hari misalnya. Coba sekali saja dia tidak datang, padahal anda sudah memesan sekilo ikan tengiri, tepung sagu serta ebi hendak membuat pempek untuk jamuan arisan esok pagi. Betapa keliyengannya!

Atau perawat jaga yang biasa mendampingi dan membantu dokter di ruang praktek. Ia biasa memanggilkan pasien, lalu merapikan status, semua sudah jadi ritme kerjanya tanpa disuruh atau  disupervisi sedikitpun. Lalu tiba-tiba ia berhalangan hadir, sekali saja. Rasanya vertigo kan?

Atau pelukan ringan dari suami sepulang kerja, serta riangnya teriakan anak-anak menyambutnya, ringan kan? Tapi betapa galaunya jika semua itu tiba-tiba hilang berganti wajah murung atau rengekan anak-anak.

Atau secangkir teh buatan istri tercinta di petang yang melelahkan sepulang kerja, jika sesekali tak tersedia karena istri masih sibuk beraktivitas di luar, sungguh berat jika harus menyeduhnya sendiri kan?

Jadi, mari juga mensyukuri hal kecil, sisi remeh, ‘hal tak penting’ lain yang melengkapi keseharian kita. Think Big, start small, act now.

Penulis: Sari Kusuma

Related Articles

Latest Articles