Sebagai salah satu sarana amar ma’ruf nahyu munkar, lidah telah terbukti keampuhannya sejak dimulainya dakwah Islam oleh Rasulullah SAW. Dia ampuh untuk mengajak kepada kebaikan, juga untuk mencegah kemungkaran dan kebatilan.sejarah telah mencatat betapa seorang nenek tua berani menegur Umar bin Khathab yang sedang berpidato di atas mimbar, karena kekeliruan khalifah dalam masalah mas kawin. Juga ketika khalifah Umar baru saja diangkat menjadi pemimpin umat, Beliau berpidato di atas mimbar, seraya berkata, “Hai manusia, apakah yang akan kalian kerjakan jika aku menyimpang dalam memimpin umat?” Kami akan luruskan penyimpangan Anda dengan pedang kami”. Inilah contoh dari keberanian umat dalam menegakkan Al-Haq.
Pada saat lidah menjadi tumpul, banyak sekali kerusakan dan kemungkaran yang ditimbulkan oleh masyarakat dan kalau kemungkaran sudah dominan, pembela Al-Haq tak akan berharga lagi. Orang-orang jujur menjadi hina. Masyarakat lebih cenderung kepada maksiat, dan kebenaran hanya menjadi permainan lidah. Yang muda durhaka dan yang tua bergelimang dosa.
Alquran hanya sebagai nyanyian dan ulama penuh dengan kemunafikan. Yang kecil tidak menghormati yang besar dan yang kaya tidak mengasihi yang miskin. Pada saat itu ilmu dikuasai orang-orang bejat dan kekuasaan dipegang oleh orang-orang tamak. Kalau yang demikian itu sudah terjadi, mungkin laknat Allah yang akan tiba sebagaimana yang terjadi pada Bani Israel dahulu.
Firman Allah, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka selalu durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.(QS 5:78-79).
Dalam kaitan ayat di atas, Ustadz Sayyid Qutb menulis dalam tafsir Zhilalnya, ”Manhaj Islami menghendaki agar jamaah muslimah memiliki eksistensi yang hidup dan kokoh. Ia harus mampu menolak berbagai bentuk penyimpangan dan kemaksiatan sebelum menjadi fenomena umum di masyarakat. Ia harus kokoh membela Al-Haq dan peka terhadap gejala-gejala kebatilan. Sebagaimana manhaj tadi juga menghendaki kepada tokoh masyarakat dan agama agar melaksanakan amanah yang dibebankan dan mampu menghadapi berbagai bentuk kejahatan, kerusakan dan kezaliman, tanpa sedikit pun dihantui rasa takut kepada penguasa, kaum elit . Sayangnya, sejarah terkadang sepi dari tokoh-tokoh Al-Haq yang akan mengimbangi bahkan mengalahkan kebatilan tersebut….” Kalau dulu, ketika terjadi riddah (keluar dari agama) ada Abu Bakar Shiddiq, siapakah tokoh yang diharapkan menghadapi pemurtadan masa kini? Rasanya setiap muslim sekarang ini harus mengasahi lidahnya, agar tidak tumpul ketika menyaksikan kebenaran dikebiri dan kebatilan disanjung-sanjung.