Lajang dan Uang

Seorang lajang seringkali kurang memperhatikan urusan keuangannya. Bisa jadi karena masih belum memiliki visi yang jelas akan masa depannya, sehingga santai saja dan ikut kemana arah angin. Atau mungkin juga karena belum merasa perlu karena merasa perjalanan hidupnya masih panjang, belum punya kewajiban menafkahi siapapun.

Maka yang terjadi kemudian adalah si lajang asal-asalan dalam mengatur uang. Gaji pertama, untuk traktir teman-teman dan orangtua. Nanti saja mulai menabungnya, gaji kedua. Tapi yang terjadi di bulan kedua adalah merasa perlu untuk beli pakaian yang lebih layak untuk bekerja. Bulan ketiga ada lagi kebutuhan lainnya, cicil kendaraan. Bulan keempat, kelima, keenam dan seterusnya ada saja keperluan ini dan itu, dan lagi-lagi saving untuk masa depan cuma impian.

Padahal ketika sudah tidak lajang nantinya, saving jadi terasa susah lagi, tentu dengan alasan yang berbeda, “Sekarang kan sudah ada tanggungan, berat kalau harus saving.” Maka solusi pertama agar si lajang tidak mengacaukan kondisi keuangannya adalah dengan menetapkan visi masa depannya. Tetapkan tujuan-tujuan keuangan di masa depan untuk dicapai. Mulai dari rencana karir dan pendidikan, rencana berkeluarga, dan pencapaian-pencapaian pribadi lainnya.

Mulai dari yang sederhana, tetapkan target kapan akan menikah. Jangan sampai karena belum punya calonnya juga kemudian belum melakukan apa-apa untuk menyiapkannya. Karena biasanya, jika calonnya sudah ada, sudah terlambat untuk menyiapkan dananya. Yang benar adalah, siapkan dananya dari sekarang, sehingga saat calonnya sudah ada, sudah siap kapan pun juga.

Terkait dengan karir juga sebaiknya punya rencana yang jelas. Apakah akan bekerja atau buka usaha. Jangan jadikan karyawan sebagai pelampiasan karena gagal buka usaha. Atau sebaliknya, menjadikan bisnis sebagai pelarian karena tak diterima kerja dimana-mana. Kalau sudah jelas maunya, insya Allah terbuka jalannya.

Tips kedua, mulai dari langkah kecil untuk melakukan lompatan besar. Terkadang seorang lajang tak berani melangkah karena melihat besarnya tujuan di depan dengan keterbatasan kemampuan. Seringkali mereka bilang, “Bagaimana mau bercita-cita punya rumah sendiri kalau harganya naik terus?” Pertanyaan ini malah melemahkan keinginan kita untuk mandiri punya rumah sendiri. Seharusnya karena harga rumah naik terus, maka siapkan saja dulu semampunya. Agar rezeki yang turun berikutnya bisa dialokasikan untuk menutupi kekurangannya.

Dan tips ketiga, belajar. Banyak sekali produk keuangan yang ditawarkan, tapi tidak semua cocok untuk lajang. Banyak sekali produk keuangan yang tersedia, jangan sampai menutup diri dan hanya tahu seadanya sehingga tidak optimal dalam berinvestasi.

Misalnya ketika saya menjelaskan tentang reksadana, masih ada pertanyaan “bagaimana hasil reksadana dibanding deposito?”. Ini pertanyaan yang menurut saya lucu. Karena tidak ada hasil investasi yang lebih rendah dari deposito, jadi produk apapun pasti lebih tinggi dari deposito. Tentu dengan risiko yang juga lebih tinggi. Pertanyaan seperti ini muncul karena pemahaman yang masih terbatas.

Kesalahan umum yang juga sering terjadi yaitu sang lajang yang berasuransi padahal ia tak memiliki tanggungan untuk diproteksi. Tujuan utama asuransi jiwa adalah untuk melindungi orang-orang yang kita nafkahi jika terjadi sesuatu pada diri kita sendiri sebagai pencari nafkah. Maka jika belum ada yang dinafkahi, belum prioritas untuk berasuransi.

Lajang keren bukan lajang yang bisa tenteng gadget beken di atas sepeda motor mentereng. Lajang keren adalah lajang yang jelas maunya, fokus pada tujuannya dan tidak galau dengan isi kantongnya.

Penulis: Ahmad Gozali, Independent Financial Planner, Wealth Optimizer, Chairman of Zelts Consulting

Related Articles

Latest Articles