Bagaimana Mengawali Perubahan?

SuaraJakarta.co, FILANTROPI – Setiap orang tentunya menginginkan perubahan. Orang yang miskin ingin berubah menjadi cukup. Orang cukup ingin jadi kaya. Orang kaya ingin jadi super kaya dan seterusnya. Demikian juga dengan bangsa kita. Keinginan merubah negeri ini datang dari sana-sini, dari berbagai elemen, untuk segera keluar dari berbagai krisis.

Allah swt mengajarkan kepada kita bahwa konsep perubahan itu harus berawal dari yang kecil menuju besar, dari diri sendiri menuju keluarga, masyarakat dan negara. Allah berfirman, ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada dirinya sendiri”, (QS Ar Ra’du 11).

Yang sangat menentukan adalah sejauhmana komitmen para pemegang kekuasaan untuk melakukan perubahan. Muhammad Rasulullah saw mengawali dakwahnya dari pengajian di rumah Arqom bin Abil Arqom, dengan sembunyi-sembunyi, para pengikutnya pun kalangan dhu’afa. Namun dalam waktu sekitar 23 tahun, terwujudlah sebuah negara Madinah yang digambarkan sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang sejahtera dibawah limpahan maghfirah Allah swt.

Ada banyak negara-negara di dunia ini yang berhasil melakukan banyak perubahan. Studi banding juga sudah banyak dilakukan oleh para petinggi kita untuk mempelajari banyak hal dan hasilnya bisa diterapkan di negeri kita. Dua diantaranya adalah perubahan yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz dan percepatan pembangunan di Cina.

UMAR BIN ABDUL AZIZ

Umar Bin Abdul Aziz muncul di persimpangan sejarah umat Islam di bawah kepemimpinan dinasti Bani Umayyah. Dinasti ini memasuki usianya yang keenam puluh Hijriah, dan telah mengalami pembusukan internal yang serius: korup, mewah dan boros. Umar sendiri adalah bagian dari dinasti ini.

Ia menggantikan posisi Abdul Malik Bin Marwan setelah beliau wafat. Ketika Umar menerima jabatan ini, ia mengatakan kepada seorang ulama yang duduk di sampingnya, Al-Zuhri, “Aku benar-benar takut pada neraka.”

Dan sebuah rangkaian cerita kepahlawanan telah dimulai dari sini, dari ketakutan pada neraka, saat beliau berumur 37 tahun, dan berakhir dua tahun lima bulan kemudian, atau ketika beliau berumur 39 tahun, dengan sebuah fakta: reformasi total telah dilaksanakan, keadilan telah ditegakkan dan kemakmuran telah diraih.

Ulama-ulama kita bahkan menyebut Umar Bin Abdul Aziz sebagai pembaharu abad pertama hijriyah, bahkan juga disebut sebagai khulafa rasyidin kelima.
Indikator kemakmuran yang ada ketika itu yaitu ketika para amil zakat berkeliling di perkampungan-perkampungan Afrika, tapi mereka tidak menemukan seseorang pun yang mau menerima zakat. Negara benar-benar mengalami surplus, bahkan sampai ke tingkat dimana utang-utang pribadi dan biaya pernikahan warga pun ditanggung oleh negara.

Memulai dari Diri Sendiri, Keluarga dan Istana

Maka langkah pertama yang harus ia lakukan adalah membersihkan dirinya sendiri, keluarga dan istana kerajaan. Dengan tekad itulah ia memulai sebuah reformasi besar yang abadi dalam sejarah.

Begitu selesai dilantik Umar segera memerintahkan mengembalikan seluruh harta pribadinya, baik berupa uang maupun barang, ke kas negara, termasuk seluruh pakaiannya yang mewah. Ia juga menolak tinggal di istana, ia tetap menetap di rumahnya. Pola hidupnya berubah secara total, dari seorang pencinta dunia menjadi seorang zahid yang hanya mencari kehidupan akhirat yang abadi.

Setelah selesai dengan diri sendiri, ia melangkah kepada keluarga intinya. Ia memberikan dua pilihan kepada isterinya, “Kembalikan seluruh perhiasan dan harta pribadimu ke kas negara, atau kita harus bercerai.”

Selanjutnya, Umar melangkah ke istana dan keluarga istana. Ia memerintahkan menjual seluruh barang-barang mewah yang ada di istana dan mengembalikan harganya ke kas negara. Setelah itu ia mulai mencabut semua fasilitas kemewahan yang selama ini diberikan ke keluarga istana, satu per satu dan perlahan-lahan.

Langkah pembersihan diri, keluarga dan istana ini telah meyakinkan publik akan kuat political will untuk melakukan reformasi dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pemberihan KKN. Sang pemimpin telah telah menunjukkan tekadnya, dan memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan.

Langkah kedua yang dilakukan Umar Bin Abdul Aziz adalah penghematan total dalam penyelenggaraan negara. Sumber pemborosan dalam penyelenggaraan negara biasanya terletak pada struktur negara yang tambun, birokrasi yang panjang, administrasi yang rumit. Selanjutnya beliau merampingkan struktur negara, memangkas rantai birokrasi yang panjang, menyederhanakan sistem administrasi. Dengan cara itu negara menjadi sangat efisien dan efektif.

Suatu saat gubernur Madina mengirim surat kepada Umar Bin Abdul Aziz meminta tambahan blangko surat untuk beberapa keperluan adminstrasi kependudukan. Tapi beliau membalik surat itu dan menulis jawabannya, “Kaum muslimin tidak perlu mengeluarkan harta mereka untuk hal-hal yang tidak mereka perlukan, seperti blangko surat yang sekarang kamu minta.”

Langkah ketiga adalah melakukan redistribusi kekayaan negara secara adil. Umar telah menghemat belanja negara, dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis dan kewirausahaan di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar memperbesar sumber-sumber pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah.

Dalam konsep distribusi zakat, penetapan delapan objek penerima zakat atau mustahiq, sesungguhnya mempunyai arti bahwa zakat adalah sebentuk subsidi langsung. Zakat harus mempunyai dampak pemberdayaan kepada masyarakat yang berdaya beli rendah. Sehingga dengan meningkatnya daya beli mereka, secara langsung zakat ikut merangsang tumbuhnya demand atau permintaan dari masyarakat, yang selanjutnya mendorong meningkatnya suplai. Dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, maka produksi juga akan ikut meningkat.

Jadi, pola distribusi zakat bukan hanya berdampak pada hilangnya kemiskinan absolut, tapi juga dapat menjadi faktor stimulan bagi pertumbuhan ekonomi di tingkat makro. Itulah yang kemudian terjadi di masa Umar Bin Abdul Aziz. Jumlah pembayar zakat terus meningkat, sementara jumlah penerima zakat terus berkurang, bahkan habis sama sekali.

Subhanallah. Suatu pelajaran yang sangat berharga.

Penulis: Husni Mutaqin

Related Articles

Latest Articles