Matahari muncul menampakkan sinarnya, seakan menyapa aktivitas orang-orang yang berada di Pasar Inpres Serdang. Pasar ini memiliki letak yang strategis, berdekatan dengan puskesmas dan kantor kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat.
Pasar ini buka 24 jam tapi semakin ramai di pagi hari, tak heran jika aku harus rela berdesakan dengan banyak orang. Minimnya tempat parkir kendaraan dan beberapa pedagang yang membuka lapak di depan pasar menambah keruwetan di sepanjang jalan pasar ini.
Tak peduli bisingnya kondisi sekitar, para penjual masih gigih meneriakkan barang dagangannya untuk memikat hati pembeli. Tukang parkir pun tidak mau kalah meniupkan peluitnya untuk mengatur kendaraan yang harus diparkir.
Aku mulai menyusuri jalan sempit masuk ke pasar. Keadaan jalan yang tidak rata membuat aku harus selalu waspada, jika menuju ke tempat toko tempat potong daging sapi, daging ayam, dan ikan maka jalanan semakin becek.
Kabar akan direlokasi Pasar Inpres Serdang ini sudah terdengar dari dulu. Tahun depan kabarnya akan menjadi tahun relokasi pasar ini. “Jadi, nanti ada kesepakatan di rapat berapa persen yang setuju dan berapa persen yang tidak ada,” ujar Tohir, salah satu pedagang di Pasar Inpres Serdang.
Muhammad Tohir mengaku apabila pasar direlokasi, ia belum mempunyai persiapan apapun seperti tempat penampuangan untuk menggantikan tempat usahanya. Pedagang sembako ini juga berharap apabila pasar ini akan direlokasi tidak akan mengubah tempat dagangnya seperti sekarang, karena akan membuat para pelanggannya kebingungan dan memutuskan membeli kebutuhan di toko lain.
Tohir memilih untuk berdagang di Pasar Inpres Serdang karena tidak membutuhkan waktu lama dari rumahnya. Selain itu ongkos sewa tokonya pun yang dibayar tiap bulan, tidak mahal dibandingkan dengan pasar lainnya di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.
Walaupun pasar ini letaknya strategis dan ramai, tetapi tingkat kebersihannya tidak memuaskan. Gundukan sampah yang menghasilkan bau khas yang dihirup banyak orang sering mengganggu banyak orang. Banyak pedagang yang sudah terbiasa dengan bau tersebut bahkan masih tetap berjualan di sekitaran gundukan sampah.
Selain masalah kebersihan, penataan jalan di luar pasar bagi pejalan kaki dan pengendara motor serta tempat parkir yang masih menjadi masalah yang belum dituntaskan. Saat aku akan menuju tempat parkir, terdapat kericuhan yang disebabkan sepeda motor menyenggol anak kecil. Hal ini dikarenakan tidak tertibnya pedagang dan tempat parkir.
Beginilah salah satu wajah pasar tradisional di Indonesia, masih tertinggal jauh dengan pasar modern yang sudah memenuhi syarat di atas standar. Miris hati ini melihat perbandingannya padahal pasar tradisional seperti Pasar Inpres Serdang, masih menjadi primadona rakyat Indonesia mulai dari kalangan kelas bawah sampai kalangan kelas atas.
Penulis: Rizky Wika Shintya Devi, Mahasiswi Teknik Grafika dan Penerbitan Politeknik Negeri Jakarta.